Alasan Pengecualian, Pengurangan
dan Penambahan Pidana
Dalam KUHP ternyata bahwa
pembuat undang-undang tidak mampu untuk memperhatikan banyak hal yang konkrit.
Hal ini ternyata adanya beberapa ketentuan yantg memuat alasan-alasan yang
mengecualikan dijatuhkannya pidana, mengurangi dan menambah pidana.
Alasan-alasan pengeculian pidana terdapat dalam :
1.
hukum yang tertulis, contohnya hak orang
dan guru untuk mendidik anak-anak, dan hak dokter untuk mengobati atau
mengoperasi pasiennya.
2.
hukum yang tidak tertulis, contohnya hak
dukun di kampung untuk menyunat dan tidak ada pidana tanpa kesalahan.
Alasan-alasan pengecualian
pidana atau strafuitsluitingsgronden dalam KUHP dibagi atas :
1. alasan pengecualian pidana yang umum yang
berlaku untuk tiap-tiap delik, terdapat dalam pasal 48 (overmacht), pasal 49
ayat 1 dan 2 (noodweer dan noodweer exes), pasal 50 (melaksanakan perintah
undang-undang), Pasal 44 (tidak sempurna akal dan jiwa), pasal 51 (melaksanakan
perintah jabatan yang sah).
2. alasan pengecualian pidana yang khusus yang
hanya berlaku terhadap delik-delik tertentu yang terdapat dalam pasaal-pasal
166, 221 ayat 2, 310 ayat 3, an 367 ayat 1 KUHP.
Alasan-alasan pengecualian
pidana yang umum ini dapat dibagi lagi atas :
1. rechtvaardigingsgronden atau alasan pembenar
2. schulduitsluitingsgronden atau alasan pemaaf
Alasan-alasan pembenar
adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga
meskipun perbuatan itu sesuai dengan lukisan tertentu yang dilarang dalam
undang-undang, bukanlah suatu peristiwa pidana. Alasan-alasan pembenar ini
terdiri atas :
1. daya paksa relatif (relative
overmacht)
2. pembelaan darurat (noodweer)
3. menjalankan ketentuan
undang-undang.
4. melaksanakan perintah jabatan dari
pejabat yang berwenang.
Alasan-alasan pemaaf
adalah alasan-alasan yang menghapuskan kesalahan pembuat. Perbuatan yang
dilakukan itu tetap bersifat melawan hukum tetapi tidak dipidana karena tidak
ada kesalahan. Alasan-alasan pemaaf terdiri atas :
1. tidak mampu bertanggung jawab
2.
daya paksa mutlak (absolute overmacht)
3. pembelaan yang melampaui batas
4. melaksanakan perintah jabatan yang
tidak sah
Daya
Paksa (overmacht)
Istilah daya paksa
dikemukakan oleh Roeslan Saleh yang mengikuti terjemahan Moejatno. Dalam
undang-undang tidak diterangkan lebih jauh tentang daya pakasa, yang ada hanya
kemungkinan adanya daya paksa.
Pasal 48 berbunyi : barang
siapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
Menurut penjelasan dalam
Memorie van Toelichting (MvT). Daya paksa diartikan sebagai setiap kekuatan,
setiap dorongan, setiap paksaan yang tidak dapat dilawan. (Jonkers,
op.cit:216). Sehingga disimpulkan bahwa daya paksa dapat terjadi karena tekanan
psychis dan tekanan fisik. Tidak dijelaskannya daya paksa dalam KUHP
menimbulkan pendapat-pendapat dari pakar hukum. Akibat adanya perbedaan
pendapat ini, mempengaruhi keputusan-keputusan dalam pengadilan.
Berdasarkan penjelasan di
atas, daya paksa dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan memaksa baik sifatnya
fisik maupun psychis yang sedemikian kuatnya menekan seseorang yang tidak dapat
dihindarinya sehingga orang itun terpaksa melakukan suatu perbuatan yang pada
kenyataan dilarang undang-undang. Dalam keadaan yang lain tanpa ada tekanan
seperti itu dia tidak akan berbuat demikian. Ada hubungan causal (causal
verband) yang sangat erat antara kekuatan paksaan (psychis atau fisik) tadi
terhadap perbuatan yang dilakukan. Contohnya seorang yang dipaksa dengan
todongan pistol dengan ancaman dibunuh oleh orang lain untuk menandatangani
surat palsu yang telah disiapkan. Todongan pistol adalah suatu tekanan yang
sedemikian kuat yang tidak dapat dia hindari (penyebab) sehingga dia tidak
berdaya untuk melawannya yang memaksa dia menandatangani surat palsu yang
disiapkan tadi (akibat).
Dalam doktrin hukum dapat
dibedakan antara dua macam daya paksa, ialah :
1. daya paksa absolut (via
obsoluta).
2. daya paksa relatif (via
compulsiva).
Apabila dilihat dari segi
darimana asalnya tekanan dan paksaan itu, maka masing-masing bentuk daya paksa
tersebut di atas dapat dibedakan lagi antara :
1. daya paksa dari sebab
perbuatan manusia.
2. daya paksa
dari sebab di luar perbuatan manusia, ialah sebab alam atau binatang.
Adapun dilihat dari
sifatnya tekanan dan paksaan, maka dapat dibedakan antara:
1. daya paksa oleh sebab
tekanan yang bersifat fisik.
2. daya paksa oleh sebab
tekanan yang bersifat psychis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar