Berdasarkan
ketentuan pidana dalam Pasal 2 KUHP, bahwa ”ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu
delik di Indonesia”, dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa setiap
orang yang berada dalam wilayah Indonesia, tak terkecuali dokter dan perawat,
dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas kesalahan yang dibuatnya.
Untuk
adanya kemampuan bertanggung jawab harus memuat dua unsur (Moeljatno, 1993:
165), yaitu:
1. kemampuan untuk membeda-bedakan antara
perbuatan yang baik dan yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum;
2. kemampuan untuk menentukan kehendaknya
menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
Yang pertama
merupakan faktor akal, yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang
diperbolehkan dan yang tidak, sedangkan yang kedua adalah faktor perasaan atau
kehendak, yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas nama
yang diperbolehkan dan mana yang tidak.
Dalam
melaksanakan tugasnya, dokter dan perawat dihadapkan pada kenyataan, bahwa
mereka harus bekerja pada syarat yang telah ditentukan. Akan tetapi, apabila
semua syarat telah dipenuhi dan hasilnya tetap tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
maka hal tersebut merupakan suatu resiko, yang penting harus diingat bahwa
seorang dokter dan perawat kemampuannya terbatas.
Oleh
karena itu tidak dapat diharapkan sepenuhnya bahwa, seorang dokter selalu dapat
menghindari resiko, apalagi kalau penyakit yang dihadapinya itu timbul
kemungkinan adanya komplikasi yang berada di luar bidang pengetahuannya.
Menurut
J.Guwandi (Hukum Kesehatan, 2005: 78), risiko yang dihadapi dokter dalam
melakukan perawatan dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
1.
Kecelakaan, risiko
kecelakaan dalam perawatan biasanya terjadi apabila seorang dokter telah
berbuat dengan kesungguhan dan kehati-hatian, namun karena sulitnya tindakan
keperawatan yang dilakukannya, risiko tidak bisa dihindarkan.
2.
Tindakan medis, suatu bentuk risiko perawatan yang
terjadi sebagai akibat sampingan dari diagnosa dan terapi yang dilakukan
terhadap pasien, misalnya rambut pasien rontok karena radio terapi.
3.
Salah penilaian, kesalahan penilaian seorang dokter dalam
memberikan perawatan sehingga pasien menderita cacat berat.
Ketiga hal
tersebut diatas, juga berlaku untuk perawat.
Seorang
dokter dan perawat dapat dikatakan melakukan kesalahan profesional, apabila dia
tidak memeriksa, tidak menilai dan tidak berbuat sebagaimana yang dilakukan
oleh para dokter dan perawat pada umumnya, dalam kasus yang sama. Dalam
berbagai yurispudensi ditentukan bahwa unsur kehati-hatian merupakan dasar
untuk menentukan terjadinya kesalahan dokter, begitu juga dengan perawat.
Untuk
menentukan dapat dipidananya seorang dokter, harus dipenuhi dua hal, yaitu :
1.
Dokter melakukan suatu perbuatan terhadap pasien dan
perbuatan itu melanggar hukum pidana, sehingga memenuhi perumusan delik
sebagaimana diatur dalam pasal-pasal KUHP.
2.
Dokter mampu bertanggungjawab atas perbuatannya sehingga
dia dapat dijatuhi pidana sebagaimana yang ditentukan atau diatur oleh KUHP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar