Sengketa adalah hubungan
antara dua pihak baik individu atau kelompok yang memiliki sasaran-sasaran yang
tidak sejalan. Sengketa juga dapat dikatakan sebagai sebuah keadaan yang
terjadi karena terdapat perbedaan kepentingan antar individu atau kelompok. Upaya untuk menyelesaikan
sengketa-sengketa internasional di usahakan penyelesaiaannya sedini mungkin,
dengan cara yang seadil-adilnya bagi para pihak yang terlibat merupakan tujuan
hukum internasional sejak lama, dan kaedah kaedah serta prosedur-prosedur yang
terkait sebagian merupakan kebiasaan dan praktek dan sebagian lagi serupa
sejumlah konvensi yang membuat hukum yang sangat penting seperti konvensi the
Hague 1899 dan 1907 untuk penyelesaian secara damai sengketa-sengketa
internasional dan charter perserikatan bangsa-bangsa yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945.
Salah satu tujuan pokok charter tersebut adalah membentuk organisasi
persetujuan perserikatan bangsa- bangsa untuk mempermudah penyelesaiaan secara
damai.
Dalam masyarakat
internasional dikenal perinsip penyelesaiaan secara damai ini dituangkan dalam Pasal
1 konvensi Den Haag tahun 1907. Pada pasal 1 konvensi ini kemudian diambil alih
oleh piagam perserikatan bangsa-bangsa yaitu Pasal 2 ayat 3 piagam PBB yang
berbunyi :
All
members shall settle their internasional disputes by peacefull means in such a
manner that internasional peace and security,and justice, are not endagered.
Ketentuan Pasal 2
ayat 3 ini kemudian dijabarkan dalam Pasal 33 Piagam PBB. Prinsip-prinsip
penyelesaiaan secara damai kemudian diambil alih dalam deklarasi mengenai
hubungan persahabatan kerja sama antar negara tanggal 14 oktober 1970 dan
deklarasi Manila tanggal 15 november 1982 mengenai penyelesaiaan sengketa
internasional secara damai[1].
Dalam struktur masyarakat internasional tidak ada
negara diatas negara dan tidak ada badan legislatif internasional yang membuat
aturan-aturan untuk tingkah laku negara. Perbedan sanksi sipil dan pidana
sangat buram pada tingkat internasional dibandingkan sanksi dalam hukum
nasional, maka demikian tidak ada penyelesaan sengketa sebagaimana halnya dalam
hukum nasional.penyelesaiaan sengketa dalam masyarakat internasional berada
ditanggan mereka sendiri , masyarakat Internasional
tidak mempunya penyelesaian sengketa seperti polisi, jaksa, dan pengadilan[2].
Pengadilan internasional seperti
Mahkamah
Internasional tidak dapat disamakan dengan pengadilan nasional, sebab Mahkamah internasional mempunyai
kewenangan terbatas, wewenan untuk mengadilinya tergantung pada kehendak negara
yang sedang bersengketa apakah akan menyerahkan sengketannya pada mahkama[3].
Mahkamah Internasional tidak mempunyai kewenangan
memaksa sebagaimana pengadilan nasional[4].
Dalam masyarakat internasional dibedakan antara sengketa politik dan sengketa
hukum.sengketa yang bersifat politik adalah sengketa yang didasarkan atas
pertimbangan pertimbanan politik, sehingga penyelesaiaannya harus didasarkan
pada pertimbangan politik juga, sedangkan penyelesaian hukum dapat kita dilihat
pada pasal 32 ayat 2 statuta Mahkamah Internasional, sengketa Hukum
mengenai :
a)
Perjanjian
internasional.
b)
Setiap
persoalan hukum internasional.
c)
Adanya
suatu fakta yang ada, bila ternyata
menimbulkan suatu pelanggaran terhadap kewajiban internasional.
d)
Sifat
dan besarnya penggantian yang harus dilaksanakan karena pelaggaran terhadap
kewajiban inetrnasional.
Pada umumnya metode-metode
penyelesaiaan sengketa digolongkan dalam dua kategori yaitu :
1.
Cara-cara
penyelesaian damai yaitu apabila para pihak yang bersengketa telah dapat
menyepakati untuk menemukan seuatu solusi yang bersahabat. Metode-metode penyelesaiaan
sengketa-sengketa internasional secara damai atau persahabatan dapat dibagi
dalam klasifikasi berikut ini :
a)
Abitrasi
(arbiitrasion)
b)
Penyelesaian
Yudisial (judicial settlement)
c)
Negosiasi,jasa-jasa
baik (good office),mediasi,konsiliasi
d)
Penyelidikan
(inquiry)
e)
Penyelesaian
dibawah naungan organisasi perserikatan bangsa-bangsa
- Cara-cara penyelesaiaan
sengketa-sengketa dengan kekerasan, yaitu apabila solusi yang dipakai atau
dikenakan adalah melalui kekerasan.
a)
Retorsi
(Retorsion)
b)
Tindakan pembalasan (Reprisals)
c)
Blockade secara damai (pacific blockade)
d)
Intervensi (Intervention)
e)
Perang dan tindakan bersenjata bukan perang (war and non war armed action)
Dalam
penulisan skripsi ini ,penulis lebih menekankan kepada penyelesaian sengketa
melalui pengadilan internasional.
[1] Boer Mauna, hukum
internasional,pengertian,peranan dan fungsi dalam era globalisasi,(bandung:
penerbi alumni,2000), hlm 187
[2] Sri setianingsi suwardi.penyelesaian senketa
internasional (jakarta:universitas indonesia,2006), hlm 3
[3] Pasal 36
ayat 1 statuta MahkamahInternasional
[4] Pasal 36
ayat 2 statuta MahkamahInternasional. Selain itu sengketa yang dapat diajukan
hanya sengketa hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar