Dalam Hukum Acara Pidana Militer tidak
satu pasal pun yang mengatur tentang penyelidikan maupun penyidikan kecuali
mengenai siapa yang berhak mengusut suatu kejahatan atau pelanggaran. Oleh
karena itu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1950 (LN 1950 Nomor 53), menunjuk Het Herziene Inlandsch Reglement/RIB,
hal ini dapat dilihat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1950 tersebut
yang menyatakan bahwa bagi hukum acara pidana pada peradilan ketentaraan
berlaku sebagai pedoman Herziene Inlandsch Reglement dengan
perubahan-perubahan seperti yang dimuat dalam undang-undang ini.
Sebagaimana diketahui dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), maka Herziene Inlandsch Reglement dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehingga atas dasar Pasal 2 Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1950 yang menjadi pedoman dalam melakukan penyelidikan terhadap suatu
perkara pidana dalam lingkungan peradilan militer adalah KUHAP.
Dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP memberikan
suatu pengertian tentang apa yang dimaksud dengan penyelidikan yaitu :
serangkaian
tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Menurut Yahya Harahap (2003:101)
mengatakan bahwa penyelidikan adalah :
Tindakan
tahap pertama permulaan penyidikan, akan tetapi harus diingat penyelidikan
bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan.
Ketentuan hukum acara pidana militer
mengatur bahwa penyelidikan terhadap suatu peristiwa pidana adalah sama dengan
yang diatur dalam KUHAP, kecuali bahwa jika dalam KUHAP ditentukan bahwa untuk
melakukan penyelidikan adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
sedangkan dalam hukum acara pidana militer yang berwenang melakukan
penyelidikan adalah Polisi Militer. Penyelidikan yang dilakukan oleh Polisi
Militer bukanlah suatu wewenang yang berdiri sendiri melainkan terpisah dari
wewenang untuk melakukan penyidikan tetapi merupakan bagian dari fungsi
penyidikan yang merupakan tindakan permulaan yang mendahului tindakan lain
seperti penangkapan, penahanan, penyitaan guna penyelesaian perkara pidana
tersebut.
Apabila dalam hasil penyelidikan yang
dilakukan oleh Polisi Militer ditemukan adanya suatu tindak pidana dan
tersangkanya ditemukan, maka Polisi Militer segera melaporkan pada atasan yang
berhak menghukum atau kepada atasan langsung tersangka. Adapun atasan langsung
yang dapat memerintahkan penahanan terhadap seorang tersangka pada peradilan militer
berdasarkan Surat Keputusan Atasan Yang Berhak Menghukum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1997 dalam Pasal 69 diatur bahwa :
(1) Penyidik adalah :
a.
Atasan yang berhak menghukum;
b.
Polisi Militer;
c.
Oditur.
(2) Penyidik Pembantu adalah :
a.
Provos
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat;
b.
Provos
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut;
c.
Provos
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara; dan
d.
Provos
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa antara
penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polisi Militer bukanlah
wewenang yang berdiri sendiri, hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam
Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (1982:27) bahwa :
Penyelidikan
bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan
melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau sub dari fungsi
penyidikan, yang melalui tindakan lain yaitu penindakan yang berupa
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan,
tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada
penuntut umum.
Tindak pidana yang dilakukan oleh subjek hukum
pidana militer, maka fungsi penyidikan juga berada pada Polisi Militer namun
sebelum melakukan penyidikan, maka penyidik melapor kepada oditur militer untuk
meminta petunjuk-petunjuk apakah tindakan tersangka termasuk suatu tindak
pidana atau hanya merupakan pelanggaran disiplin militer. Adapun ketentuan
tentang bagaimana pelaksanaan penyidikan di atur dalam Pasal 99 sampai Pasal
121 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar