Berdasarkan Pasal 351 KUHP yang
tertulis bahwa penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua
tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
Jadi kata penganiayaan tidak menunjuk pada
salah satu bentuk perbuatan, seperti halnya perbuatan menghilangkan nyawa orang
lain dalam pembunuhan. Sehingga dapat dikatakan ada perumusan materiil tetapi
tidak nampak wujud akibat yang harus ditimbulkan.
Menurut Prodjodikoro (1980:70) bahwa
maksud dari Pasal 351 KUHP, menurut pembentuk undang-undang dapat dilihat dalam
sejarah terbentuknya pasal yang bersangkutan dari KUHP Belanda sebagai berikut
:
1.
Mula-mula
dalam rancangan undang-undang dari Pemerintah Belanda dirumuskan dengan sengaja
mengakibatkan rasa sakit dalam tubuh orang lain dengan sengaja merugikan
kesehatan orang lain.
2.
Perumusan
ini dalam pembicaraan Parlemen Belanda dianggap tidak tepat, oleh karena
meliputi juga perbuatan seorang pendidik terhadap anak didiknya dan perbuatan
seorang dokter terhadap pasien.
3.
Keberatan
ini diakui kebenarannya oleh sebagian besar anggota parlemen, maka perumusan
itu diganti menjadi penganiayaan, dengan penjelasan bahwa ini berarti berbuat
sesuatu dengan tujuan (oogmerk) untuk
mengakibatkan rasa sakit dan memang inilah arti penganiayaan.
Sianturi (1989:501) menyatakan bahwa
jika hendak menguraikan unsur penganiayaan, maka sebaiknya istilah penganiayaan
itu diuraikan sehingga berbunyi :
Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak menyakiti atau melukai badan orang lain karena
penganiayaan sederhana, diancam pidana penjara maksimum dua tahun satu bulan
atau denda maksimum tiga ratus rupiah.
Menurut HIR (Abidin, 1987:124) dalam
beberapa arrestnya bahwa selalu diperlukan adanya luka tertentu tetapi perasaan
sakit adalah paling kurang diperlukan untuk adanya penganiayaan.
HIR berpendapat demikian dengan alasan
sebagai berikut :
Karena
di dalam kata kerja menganiaya, sudah terkandung unsur kesengajaan. Kesengajaan
itu harus ditunjukkan kepada pemberian luka-luka atau menimbulkan kesakitan
sebagai tujuan dan bukan sebagai akat untuk mencapai tujuan lain dan bukan
sebagai alat yang diperbolehkan.
Berdasarkan pandangan tersebut di
atas, maka dapatlah diketahui bahwa unsur mutlak adanya penganiayaan adalah
rasa sakit atau luka yang dikehendaki oleh si pelaku atau dengan kata lain
unsur kesengajaan dan melawan hukum harus ada, namun unsur kesengajaan ini
terbatas pada wujud tujuan (oogmerk),
dari hal-hal yang tersebut di atas, maka dirumuskan suatu pengertian
penganiayaan sebagai berikut :
Penganiayaan
adalah suatu bentuk perbuatan yang mengakibatkan perasaan tidak enak
(penderitaan) rasa sakit (pijn) atau
luka bagi orang lain yang dilakukan dengan melampaui batas-batas yang
diizinkan.
Bahwa yang dimaksud dengan batas-batas
yang diizinkan adalah perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan perasaan tidak
enak atau penderitaan, rasa sakit dan luka bagi orang lain, tetapi bertujuan
baik atau mempunyai maksud yang baik. Jadi sebenarnya sengaja dilakukan tetapi
perbuatan itu tidak termasuk penganiayaan karena tujuannya baik, atau karena
ada maksud baik.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini
diberikan contoh konkret tentang perbuatan-perbuatan yang sengaja menimbulkan
rasa sakit bagi orang lain tetapi tidak termasuk penganiayaan, sekalipun
memenuhi unsur-unsur penganiayaan, tetapi tidak melampaui batas-batas yang
diizinkan :
1)
Seorang
dokter yang melakukan operasi pasien yang menderita penyakit jantung, untuk
menyelamatkan jiwa pasien itu dari serangan penyakit yang dideritanya. Perbuatan
dokter dalam hal ini mengakibatkan rasa sakit bagi pasien, bahkan dapat
mengakibatkan matinya seseorang, tetapi dokter yang melakukan operasi tersebut
tidak dapat dituntut/ dipidana karena penganiayaan, oleh karena itu dilakukan
dalam batas-batas yang diizinkan sebab mempunyai maksud yang baik yakni ingin
menolong si pasien.
2)
Seorang
ayah atau ibu yang memukul anaknya dengan rotan, sehingga menyebabkan anak itu
merasa sakit atau bahkan luka, tetapi karena ayah atau ibu memukul anaknya
karena maksud baik untuk mendidik anaknya, jadi ayah atau ibu tersebut tidak
dapat dipidana.
Yang dimaksud dengan rasa sakit adalah
perasaan menderita baik berupa ziek
atau pijn dan dapat berakibat orang
terhalang untuk melakukan jabatannya atau pekerjaannya sehari-hari.
Dari segi bahasa (etimologi)
penganiayaan berasal dari kata “aniaya” yang berarti bengis, mendapat awalan
“pe” dan akhiran “an” yang berarti aktivitas atau kegiatan berupa perbuatan.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
(1994:46), penganiayaan berarti perlakuan yang sewenang-wenang seperti
melakukan penindasan dan penyiksaan.
Maka dapat diartikan bahwa
penganiayaan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan matinya
orang lain, menderita atau merasa sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar