Pengertian suatu istilah dalam ilmu hukum pidana sangat
penting dipahami, demikian halnya dengan istilah delik,jika diperhatikan
penempatannya selalu mendahului / diutamakan dari rangkaian kata berikutnya.
Istilah delik (delict) dalam bahasa Belanda di sebut starfbaarfeeit di mana setelah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, oleh beberapa sarjana hukum diartikan secara berlain-lainan sehingga
otomatis pengertiannya berbeda.
Agar lebih jelasnya,penulis
mengelompokkan dalam 5 kelompok istilah yang lazim digunakan oleh beberapa
sarjana hukum sebagai berikut:
Pertama : Peristiwa pidana
: digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1962: 32),
Rusli
Efendi (1981: 46), Utrecht (Sianturi 1986: 206) dan lain-lainya.
Kedua : Perbuatan pidana :
digunakan oleh Moejanto(1983 : 54)dan lain-lain
Ketiga : Perbuatan yang boleh di hukum :digunakan oleh H.J.Van
Schravendijk
(Sianturi 1986 :206)dan lain-lain
Keempat : Tindak
pidana : digunakan oleh Wirjono Projodikoro(1986 : 55),
Soesilo
(1979 :26)dan S.R Sianturi (1986 : 204) dan lain-lain
Kelima : Delik :
Digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1981 : 146 dan Sotochid Karta Negara (tanpa
tahun : 74) dan lain-lain
Sarjana hukum tersebut di atas
menggunakan istilah masing-masing dengan disertai alasan dan pertimbangan
sebagai berikut:
Moelijanto (Sianturi 1986 : 207)
beralasan bahwa digunakannya istilah ”perbuatan pidana” karena kata ”perbuatan” lazim dipergunakan dalam percakapan
sehari-hari seperti kata perbuatan cabul,kata perbuatan jahat,dan kata
perbuatan melawan hukum.
Lebih
jauh Moeljanto (1983: 56) menegaskan bahwa perbuatan menunjuk ke dalam yang
melakukan dan kepada akibatnya,dan kata perbuatan berarti di buat oleh
seseorang yang dapat dipidana adalah kepanjangan dari istilah yang merupakan
terjemahan dari starfbaarfeit.
Lebih
jelasnya Moeljanto menyatakan (sianturi 1986 : 207) sebagai berikut:
1. Kalau
utrecht,sudah lazim dipakai istilah
hukum, maka hukum lalu berarti: berecht,
diadili yang sama sekali tidak mesti berhubungan dengan starf, dipidana karena perkara-perkara perdata pun diberech, diadili maka saya memilih
untuk terjemahan strafbaar adalah
istilah pidana sebagai singkatan dari”yang dapat dipidana”.
2. Perkataan
perbuatan berarti dibuat oleh seseorang menunjuk lain pada yang melakukan
maupun pada akibatnya, sedangkan perkataan peristiwa tidak menunjuk bahwa yang
melakukannya adalah ”handling” atau ”gedraging” seseorang mungkin atau
mungkin juga hewan atau alam dan perkataan tindak berarti langkah baru dan
tindak tanduk atau tingkah laku.
Wirjono
Projodikoro (1986 : 55) lebih cenderung menggunakan istilah tindak pidana
karena tindak pidana menurut beliau dapat diartikan sebagai suatu perbuatan
yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan Soesilo (1979 : 26) menggunakan
pula istilah tindak pidana.
Istilah
delik H.J Van Schravendiik mengartikannya sebagai perbuatan yang boleh di
hukum,sedangkan Utrecht (Sianturi 1986 : 207) lebih menganjurkan
pemakaian istilah peristiwa pidana,karena istilah pidana menurut beliau
meliputi perbuatan (andelen) atau doen positif atau melainkan (visum atau nabetan atau met doen,negatif/maupun akibatnya).
S.R. Sianturi menggunakan delik
sebagai tindak pidana jelasnya Sianturi (1986 : 211) memberikan perumusan
sebagai berikut:
tindak
pidana adalah sebagai suatu tindakan pada,tempa,waktu,dan keadaan tertentu yang
dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang
bersifat melawan hukum,serta dengan kesalahan di lakukan oleh seseorang (yang
bertanggung jawab).
Sianturi (1986 : 209) berpendapat
bahwa istilah tindak adalah merupakan singkatan dari kata ”tindakan” artinya
pada orang yang melakukan tindakan adalah dinamakan penindak. Tindakan apa saja
dilakukan semua orang,akan tetapi dalam banyak hal suatu tindakan hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang tertentu, misalnya menurut golongan dalam pekerjaan
dan menurut golongan kelamin. Sianturi menjelaskan bahwa menurut golongan
kelamin misalnya wanita atau pria sedangkan menurut golongan dalam pekerjaan
misalnya seperti buruh, pegawai dan lain-lain sebagainya, jadi
status/klasifikasi seorang penindak menurut Sianturi (1986 : 209) haruslah
dicantumkan unsur”barang siapa”.
Penulis kurang sependapat dengan
pandangan Sianturi seperti tersebut di atas,dengan alasan untuk merupakan
orang-orang tertentu ke dalam barang siapa adalah suatu pekerjaan yang pasti
memakan waktu yang tidak sedikit,hemat penulis bahwa yang termasuk ke dalam
unsur ”barang siapa” adalah semua orang dan bukan diri pembuat sendiri. Apakah
itu seorang wanita, pria ataukah pegawai dan buruh,tidaklah dipersoalkan
unsur”barang siapa”bukan orang-orang tetapi yang jelas orang lain.
Terhadap tindak pidana,maka
dikomentari oleh Moeljanto (1983 : 55 ) sebagai berikut:
Meskipun kata tindak lebih pendek
dari pada kata ”perbuatan” tapi ”tindak”tidak menunjuk kepada hal yang abstrak
seperti perbuatan,tapi hanya menyatakan keadaan konkrit sebagaimana halnya
dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan,tingkah
laku,gerak-gerik,sikap jasmani seseorang,halaman lebih dikenal dalam tindak
tanduk,tindakan dan bertindak dan belakangan di pakai ”ditindak” oleh karena
itu tindak sebagai kata tidak begitu di kenal,maka perundang-undangan yang
menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasalnya sendiri maupun
dalam penjelasannya hampir hampir selalu di pakai kata ”perbuatan”.
Selain Utrecht yang menggunakan pidana,Andi Zainal Abidin juga menggunakan
kata peristiwa yang mendapat kritikan dari Moeljanto dalam setip perumusannya,
jelasnya Moeljanto ( 1986 : 55 ) menyatakan sebagai berikut:
Peristiwa
itu saja tidak mungkin dilarang, hukum pidana adanya orang mati tetapi melarang
adanya orang mati karena perbuatan orang lain, jika matinya orang itu karena
keadaan alam entah karena tertimpa oleh pohon roboh ditiup angin puyuh maka
peristiwa itu tidak penting sama sekali memakai hukum pidana.
Sebaliknya Andi Zainal Abidin (1962
: 34 ) memberi komentar pula dengan mengemukakan sebagai berikut:
Dengan tidak memperkecil arti dari
pada perbuatan (pidana) yang diintrodusir oleh Prof. Moeljanto,SH sebagai
terjemahan dari fiet (strafbaarfeit) yang kebetulan sesuai
dengan istilah yang dipakai oleh Schravendiik Mr. Kami : maka yang paling tetap
ialah peristiwa (pidana) sebab dalam tiap-tiap, peristiwa selalu ada peranan
manusia.
Dari itu aliran modern dan praktek
tela menerima bahwa selain orang suatu badan yang menjadi pemangku kewajiban
menuntut hukum pidana diancam pula dengan pidana : misalnya pasal 15
undang-undang nomor 7 tahun 1955 : lembaga negara 1955 No, 27 : nyata bahwa
suatu badan kooperatif tidak dikatakan melakukan perbuatan pidana. Mereka ini
hanya dapat mengadakan atau mewujudkan peristiwa pidana juga kata perbuatan
aktif, sedangkan hukum pidana ada juga perbuatan pasif yaitu tidak berbuat atau
melainkan dan sebagainya.
Dari beberapa istilah yang
dipergunakan oleh sarjana-sarjana tersebut sebagai terjemahan delik (Strafbaarfeit) menurut penulis tidak
mengikat. Untuk istilah mana yang ingin dipergunakan asalkan mendekati makna strafbaarfeit, tergantung dari
pemakaian, misalnya saja Wirjono Prodojikoro menggunakan istilah peristiwa
pidana dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia cetakan ke V 1962 (Sianturi),
sedangkan selama kurang lebih dua puluh tahun beliau menggunakan istilah
”tindak pidana” (1986 : 55).
Demikian halnya dengan Satocid
Kartanegara dimana dalam rangkaian kuliah beliau di Universitas Indonesia dan
AHM/PTHM (Sianturi 1986 : 207), menganjurkan istilah tindak pidana karena
istilah tindak (tindakan) mencakup pengertian melakukan atau berbuat, (active handting) dan/atau tidak
melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan (passive handeling).
Istilah perbuatan menurut Satocid
adalah berarti melakukan, berbuat (actieve
handeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan/ tidak melakukan,
istilah peristiwa tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia. Sedangkan
terjemahan pidana staarbaarfeit yang
setelah membahas uraian tentang pengertian delik, yang pada akhirnya pilihannya
jatuh pada istilah delik.
Pada tulisan lainnya Satocid Karta
negara (tanpa tahun : 74) merumuskan Strafbaarfeit
sebagai perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, yang diancam dengan
hukuman. Satocid lebih condong untuk menggunakan istilah ”delik” yang telah
lazim di pakai.
Bukan saja Satocid dan Wirjono yang
menerjemahkan delik (Starbaarfeit)
seperti tersebut di atas, tetapi Andi Zainal Abidin pula selama kurang lebih
dua puluh mendalami makna Starbaarfeit.
Setelah membahas uraian tentang pengertian delik,yang pada akhirnya pilihannya
jauh pada istilah delik.
Andi Zainal Abidin (1986 : 146)
memilih istilah delik dengan menggunakan sebagai berikut:
Pada hakikatnya istilah yang paling
tepat adalah ”delik” yang berasal dari bahasa latin ”delictum delicta” karena:.
1.
Bersifat
universal, semua orang di dunia ini mengenalnya.
2.
Bersifat
ekonomis karena singkat
3.
Tidak
menimbulkan kejanggalan seperti ”peristiwa pidana”, ”perbuatan pidana” (bukan
peristiwa perbuatan yang di pidana, tetapi pembuatnya).
4.
Luas
pengertiannya sehingga meliputi juga delik-delik yang diwujudkan oleh korporasi
orang tidak kenal menurut hukum pidana ekonomi Indonesia.
Dari beberapa penguraian tentang
istilah dan pengertian delik, maka Penulis lebih sependapat dengan Rusli Effendi
yang menggunakan istilah ”peristiwa pidana” dengan mengemukakan bahwa:
Dalam pemakaian perkataan peristiwa
pidana haruslah dijadikan dan diartikan sebagai kata majemuk dan janganlah di
pisahkan satu sama lain, sebab kalau di pakai perkataan peristiwa saja, maka
hal ini dapat mempunyai arti lain umpamanya peristiwa alamiah.
Hemat penulis perkataan peristiwa
pidana mempunyai arti dan makna yang lebih luas, karena meliputi perbuatan
manusia baik aktif maupun pasif dan beserta akibatnya. Penulis dapat
mengemukakan contoh misalnya sebuah kapal laut yang sarat oleh muatan karena
memang telah melampaui kapasitas muatan yang ditentukan. Setelah kapal laut
tersebut sedang berada di tengah-tengah samudera mengakibatkan kapal laut
tersebut sedang berada di tengah-tengah samudera mengakibatkan kapal laut
tersebut karam. Jika nahkoda dapat menyelamatkan dirinya di samping
penumpang-penumpang lainnya, maka ia haruslah dapat mempertanggungjawabkan atas
peristiwa tenggelamnya kapal tersebut.
Jadi hukum pidana tidak
mempersoalkan orang-orang yang karena perbuatannya era/ kasuistis dengan
timbulnya peristiwa tersebut dengan perkataan lain bahwa yang diancam itu
adalah pembuatnya.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Delik
Delik
dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit yang terdiri atas tiga kata, yaitu
straf, baar dan feit. Straf diartikan sebagai pidana dan hokum, baar diartikan
sbagai dapat dan boleh, sedangkan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa,
pelanggaran dan perbuatan. Delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya
suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).
Menurut
Halim (Chazawi.2002:72) menyatakan delik adalah “suatu perbuatan atau tindakan
yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana).”
Moeljatno
(Chazawi,2002:72) mengartikan bahwa suatu Strafbaarfeit itu sebenarnya adalah
“suatu keakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.”
Jonkers
(Chazawi,2002:75) juga merumuskan strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang
diartikannya sebagai “suatu perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk)
yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang
yang dapat dipertanggungjawabkan.”
Strafbaarfeit
diartikan oleh Pompe (Lamintang,1997:34) sebagai :
Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum)
yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang
pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum.
Adapun
Simons (Lamintang,1997:35) merumuskan strafbaarfeit adalah :
Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan
dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya
dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum.
Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa para ahli hukum daa
memakai istilah strafbaarfeit menggunakan istilah yang berbeda-beda. Ada yang
menggunakan istilah peristiwa pidana, tindak pidana maupun perbuatan pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar