1. Laporan pembimbing kemasyarakatan
Hal yang berbeda dari
pengadilan anak adalah adanay laporan pembimbing kemasyarakatan sebelum sidang
dibuka mengenai hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang
bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang Pengadilan Anak:
1)
Sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar
pembimbing kemasyarakatan menyampaikan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai
anak yang bersangkutan.
2)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berisi:
a.
Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan
sosial anak; dan
b.
Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan.
Contoh laporan
pembimbing kemasyarakatan biasanya disusun dengan memuat hal-hal sebagai
berikut (Gatot Supramono, 2005;68):
a.
Identitas: klien, orang tua dan susunan keluarga dalam
satu rumah;
b.
Masalah;
c.
Riwayat hidup klien;
d.
Tanggapan klien terhadap masalah yang dialaminya;
e.
Keadaan keluarga;
f.
Keadaan lingkungan masyarakat;
g.
Tanggapan pihak keluarga, masyarakat dan pemerintah
setempat;
h.
Kesimpulan dan saran.
Dalam hal laporan
pembimbing kemasyarakatan hakim wajib meminta penjelasan kepada pembimbing
kemasyarakatan atas hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk
mendapatkan data yang lebih lengkap. Hal itu dikarenakan laporan pembimbing kemasyarakatan
ini menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memberikan putusan.
2. Sidang Dibuka Dan Dinyatakan Tertutup Untuk Umum
Hakim anak yang
bertugas, mengtokkan palu sebanyak 3 (tiga) kali dengan menyatakan “Sidang Dibuka Dan Dinyatakan Tertutup Untuk
Umum” hal ini merupakan suatu rangkaian yang wajib dilakukan dan memang
ditentukan dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang
pengadilan Anak sehingga pelanggaran terhadap ketentuan ini berakibat putusan menjadi batal demi hukum. Persidangan
yang tertutup untuk umum digambarkan dengan tertutupnya semua pintu ruangan
sidang.
Setelah pernyataan
tersebut diucapkan, hakim memanggil masuk terdakwa beserta orangtuanya, wali,
atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan (pasal 57
Undang-Undang Perlindungan Anak).
3. Pemeriksaan Identitas Terdakwa
Setelah hakim
memanggil masuk terdakwa beserta orang tua, wali atau orang tua asuh, penasehat
hakim dan pembimbing kemasyarakatan, selanjutnya mereka duduk pada tempat yang
disediakan di ruang sidang kecuali
terdakwa untuk sementara duduk di kursi pemeriksaan guna memberikan keterangan
mengenai identitasnya (Gatot Supramono, 2005;78).
Pemeriksaan identitas
terdakwa, diatur dalam Pasal 155 ayat (1) KUHAP. Cara pemeriksaan identitas
tersebut dilakukan oleh hakim ketua sidang dengan menanyakan kepada terdakwa
tentang nama lengkap, temapt lahir, umur atau tanggal lahir, agama dan
pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa agar memperhatikan segala sesuatu yang
didengar dan dilihatnya di sidang.
Menurut Yahya Harahap
(2002:189) pemeriksaan identitas ini untuk memberi kepastian kepada hakim bahwa
terdakwa yang sedang diperiksa dalam perkara ini adalah orang yang tepat
sehingga tidak ada lagi kekeliruan terhadap terdakwa. Selanjutnya Yahya Harahap
menambahkan bahwa sifat pemeriksaan identitas terdakwa ini hanya dilakukan
hanya bersifat formal bukan bersifat imperatif. Ini berarti kalaupun seandainya
persidangan telah selesai dan perkaranya telah diputus dan ternyata tidak
pernah dilakukan pemeriksaan identitas terdakwa, hal tersebut tidak
mengakibatkan batalnya putusan terhadap anak tersebut.
4. Pembacaan Surat Dakwaan Oleh Penuntut Umum Anak.
Pembacaan surat dakwaan pada pengadilan anak sama halnya dengan pengadilan
umum. Hanya saja penuntut umum yang bertugas melakukan penuntutan adalah
penuntut umum anak yang telah memiliki pengalaman dalam penuntutan tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dan mempunyai minat dan bakat,
dedikasi, dan memahami masalah anak. Menyangkut surat dakwaan yang dibuat harus
memenuhi syarat formil dan materil (Gatot Supramono, 2005;58). Mengenai syarat
surat dakwaan di atur pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
Penuntut umum membuat surat dakwaan
yang dineri tanggal dan ditanda tangani serta berisi:
a)
Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.
b)
Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak
pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana
lakukan.
Ketentuan huruf a
pada Pasal di atas merupakan syarat formal yaitu menyangkut identitas terdakwa.
Sedangkan pada huruf b pada pasal diatas merupakan syarat materil sehingga
apabila dakwaan tidak memenuhi ketentuan ini maka dinyatakan batal demi hukum
(Pasal 143 ayat (2) KUHAP). Dalam membuat surat dakwaan penuntut umum dapat
menyusun secara tunggal, subsidaritas, alternatif, atau kumulatif, hal ini tergantung
pada hasil penyidikan yang tertuang dalam penuntutan (Gatot Supramono,
2005;58).
Setelah surat dakwaan
dibacakan, maka ketua sidang akan menanyakan kepada terdakwa apakah isi surat
dakwaan sudah terang. Jika masih belum jelas maka ketua sidang dapat meminta
penuntut umum untuk menjelaskannya. Kalau dirutkan proses pembacaan surat
dakwaan dapat kita ringkas sebagai berikut ( Yahya Harahap, 2002:191):
a.
Atas permintaan ketua sidang, penuntut umum membacakan
surat dakwaan.
b.
Kemudian ketua sidang menyatakan kepada terdakwa apakah
ia sudah mengerti sepenuhnya akan isi surat dakwaan.
c.
Apabila terdakwa belum mengerti ketua sidang meminta penuntut umum untuk memberi penjelasan
sepenuhnya.
d.
Atas permintaan itu, penuntut umum “wajib” memberikan
penjelasan yang diperlukan.
5.
Tanggapan
Terhadap Surat Dakwaan.
Terdakwa atau penasehat hukum diberi kesempatan untuk menaggapi surat
dakwaan apakh diterima, atau tidak dapat diterima atau ditolak. Pasal 156 ayat
(1) KUHAP mengatur bahwa terdakwa atau penasihat hukumnya dapat mengajukan
keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau surat
dakwaan tidak dapat diterima atau surat
dakwaan harus dibawalkan.
Pengertian keberatan atau eksepsi adalah( Yahya Harahap, 2002:118):
·
Tangkisan (plead) atau pembelaan yag tidak mengenai atau
tidak ditujukan terhadap materi surat dakwaan.
·
Tetapi keberatan atau pembelaan ditujukan terhadap cacar
formal yang melekat pada surat dakwaan.
Ketentuan Pasal 156 ayat (2) menegaskan
jika hakim menerima keberatan terdakwa atau penasehat hukum maka perkara tidak
diperiksa lebih lanjut. Berarti proses pengajuan keneratan berada antara tahap
pembacaan surat dakwaan. Pemeriksaan materi pokok perkara dihentikan apabila
keneratan diterima. Sebaliknya pemeriksaan materi pokok perkara diteruskan
langsung apabila keberatan ditolak ( Yahya Harahap, 2002:119).
6. Pemeriksaan Saksi
Proses selanjutnya
adalah pemeriksaan saksi , dengan hadirnya terdakwa pada hari, tanggal yang
telah ditentukan dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas terdakwa, memperingatkan
terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dalam
persidangan, kemudian disusul dengan pembacaan surat dakwaan oleh penuntut
umum, tahap selanjutnya memeriksa saksi, apabila terdakwa atau penasihat
hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau eksepsi yang diajukan ditolak oleh
hakim. ( Yahya Harahap, 2002:147) mengemukakan bahwa:
Pemeriksaan saksi harus didahulukan dari pada terdakwa.
Sesuai pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP yang menegaskan: yang pertama-tama
didengar keterangannya adalah korban
yang menjadi saksi. Mendahulukan mendengarkan saksi dalam pemeriksaan perkara
merupakan sistem yang lebih manusiawi terhadap terdakwa. Sebab dengan
didahulukannya mendengarkan keterangan saksi, terdakwa akan lebih baik mendapat
gambaran tentang perestiwa pida yang didakwakan kepadanya.
Pada pengadilan anak,
hal-hal yang menyangkut pemeriksaan saksi tetap mengacu pada KUHAP kecuali hal
khusus yang diatur dalam undang-undang pengadilan anak. Hal khusus yang diatur
dalam pengadilan anak menyangkut pemeriksaan saksi adalah bahwa pada waktu
memeriksa saksi, hakim dapat memerintahkan agar tedakwa dibawa keluar sidang
(Pasal 58 ayat (1) undang-undang pengadilan anak). Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari adanya hal yang mempengaruhi jiwa anak. Yang tetap hadir diruang
sidang untuk mendengarkan keterangan saksi adalah orang tua, wali, atau orang
tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. Kata dapat dalam
ketentutan tersebut berarti tidak diharuskan setiap perkara anak dibawa keluar
ruang sidang, akan tetapi tergantung apakah keterangan tersebut akan
mempengaruhi jiwa anak atau tidak. Menurut gatot Supramono (2005;83):
Tidak semua anak memiliki sikap mental yang kuat untuk
dapat mendengarkan secara langsung keterangan orang lain yang mengungkapkan
perbuatannya yang kurang atau tidak baik. Bagi yang tidak dapat mendengarkan
dan ini dipaksakan pula akan berakibat tidak baik pada perkembangan anak yang
bersangkutan.
Menyangkut hal ini
hakim harus cermat dan teliti terhadap keadaan terdakwa. Jika dipandang bahwa
keterangan saksi tidak akan mempengaruhi jiwa terdakwa, maka terdakwa tidak
perlu dikeluarkan, melainkan tetap berada dipersidangan untuk mendengarkan
keterangan saksi.
7. Putusan
hakim pengadilan Anak
Proses akhir dari
pengadilan adalah putusan hakim. Proses penentuan bersalah atau tidaknya
terdakwa. Pada pengadilan anak ada hal khusus menyangkut putusan hakim yaitu
sikap hakim sebelumnya menjatuhkan putusan, putusan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum, hakim wajib mempertimbangkan laporan pembimbing
kemasyarakatan, hal-hal yang menyangkut pemberian hukuman kepada terdakwa anak,
selanjutnya diuraikan sebagai berikut:
a.
Sikap
Hakim Sebelum Menjatuhkan Putusan.
Pada sidang pengadilan anak, hakim
harus bersikap sebagaimana ditetapkan pada Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang
perlindungan Anak, yang menentukan bahwa:
Sebelum
mengucapkan putusannya, hakim memberi kesempatan kepada orang tua, wali, orang
tua asuh, untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak.
Meskipun keterangan yang diberikannya
itu secara yuridis tidak mengikat hakim, akan tetapi keterangan tersebut dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam putusan hakim (Gatot
Supramono,2005:84). Dengan demikian keterangan yang diberikan sebelum
menjatuhkan putusan diserahkan kepada hakim untuk menggunakan sebagai
pertimbangan dalam putusannya atau tidak.
b.
Hakim
Wajib Mempertimbangkan Laporan Pembimbing Kemasyarakatan.
Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, bahwasanya dalam pengadilan anak dikenal adanya laporan pembimbing
kemasyarakatan mengenai hasil penelitian kemasyarakatan anak yang menjadi
tedakwa. Laporan ini disampaikan sebelum sidang dibuka oleh hakim dalam
putusannya sesuai Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak yang
menentukan bahwa:
Putusan
sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian
kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan.
Apabila kita melihat isi laporan
pembimbing kemasyarakatan antara lain dikemukakan tentang kehidupan sosial anak.
Kehidupan sosial anak akan berpengaruh terhadap perilaku anak, maka dapat
terlihat apakah tindakan yang dilakukan oleh terdakwa anak merupakan dampak
dari kehidupan sosialnya yang tidak sehat atau hal lain yang mempengaruhinya.
c.
Putusan
diucapkan Dalam Sidang Yang Terbuka untuk Umum.
Proses pemeriksaan pengadilan untuk
perkara terdakwa anak dilaklukan dalam sidang tertutup untuk umum, maka pada
pembacaan putusan sidang terbuka untuk umum. Hal ini dimaksudkan untuk
mengedepankan sikap obyektif dari suatu pengadilan (Gatot Supramono, 2005:85).
Putusan yang dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum berarti bahwa
masyarakat dapat mengetahui apakah terdakwa bersalah atau tidak, sehingga tidak
muncul persangkaan-persangkaan dalam masyarakat.
Undang-undang perlindungan anak
mengatur tentang hal tersebut, dalam Pasal 59 ayat (2) menentukan bahwa:
Putusan
pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Ketentuan di atas mewajibkan hakim
membacakan putusannya dalam sidang yang terbuka untuk umum, sehingga apabila
hakim membacakannya dalam sidang yang tertutup untuk umum, maka akan berakibat
putusan tersebut batal demi hukum.
d.
Hal-hal
yang menyangkut pemberian hukuman kepada terdakwa anak.
Dalam putusannya hakim akan menentukan
apakah terdakwa anak bersalah atau tidak. Juga menentukan pemberian hukuman
kepada anak yang terbukti bersalah. Undang-undang pengadilan anak mengatur
beberapa hal menyangkut pemberian hukuman kepada anak, yaitu:
1.
Terhadap
anak nakal hanya dapat dijatuhi hukuman pidana atau tindakan (Pasal 22);
2.
Pidana
penjara untuk anak usia 12-18 tahun, diberikan ½ (satu per dua) dari pidana
orang dewasa.
3.
Untuk
usia anak 12-18 tahun yang melakuakn tindak pidana yang hukumannya adalah
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang
dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun (pasal 26 ayat
(2)).
4.
Untuk
anak usia dibawah 12 tahun yang melakukan tindak pidana yang hukukumannya
adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadapnya hanya
dapat dijatuhkan tindakan dengan menyerahkan kepada negara untuk mengikuti
pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
5.
Untuk
anak usia dibawah 12 tahun yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana mati atau seumur hidup, maka terhadap anak tersebut dijatuhkan salah
satu tindakan sebagaimana di maksud dalam Pasal 24 (Pasal 26 ayat (4)).
6.
Batas
maksimal pidana kurungan untuk anak adalah ½ (satu per dua) dari ancaman pidana
bagi orang dewasa (pasal 27).
7.
Batas
maksimal pidana denda bagi anak adalah ½ (satu per dua) dari ancaman pidana
denda bagi orang dewasa (pasal 28 ayat (1) ).
8.
Hakim
dapat menjatuhkan pidana bersyarat apabila pidana penjara yang dijatuhkan
paling lama 2 (dua) tahun (Pasal 29 ayat (1)).
9.
Pidana
pengawasan sapat dijatuhkan kepada anak nakal paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 2 (dua) tahun (Pasal 30 ayat (1)).
Dalam kaitannya
dengan sidang yang dilakukan terhadap anak pada perkara No. 164/Pid.B/2008/PN.
Makassar, penulis melakukan penelitian terhadap pemenuhan hak anak selaku
terpidana pada perkara di atas. Terhadap anak pelaku tindak pidana yang
diperiksa dalam pengadilan atau pada proses persidangan memiliki hak-hak khusus
yang diatur dalam undang-undang perlindungan anak. Hak-hak yang dimaksud adalah
antara lain:
1.
Hak
untuk diperiksa dalam suasana kekeluargaan;
2.
Hak
untuk didampingi oleh orang tua/wali atau orang tua asuh;
3.
Hak
untuk didampingi oleh penasihat hukum;dan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar