Sebelum melangkah lebih jauh, perlu diketahui lebih dahulu bahwa kejahatan penganiayaan disebut dalam Bab XX KUHP merupakan kejahatan terhadap badan/ tubuh seseorang, diatur dalam KUHP mulai dari Pasal 351 sampai dengan Pasal 357 KUHP. Dalam rumusan UU tidak disebutkan secara jelas pengertian penganiayaan bagaimana cara dan alat apa yang digunakan dalam melakukan penganiayaan tersebut. Namun demikian hal ini dapat dipahami dengan melihat yurisprudensi/ kehidupan dalam praktek peradilan, telah memberikan pengertian penganiayaan sebagai berikut :
- Dengan sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/ penderitaan
- Rasa sakit atau terdapat luka.
Selanjutnya yang dimaksud dengan penganiayaan berat yaitu yang diatur dalam Pasal 354 ayat (2) KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena penganiayaan berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya orang, maka si bersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.
Mengenai kesenjangan yang dimaksud pasal tersebut di atas dijelaskan oleh Lamintang (1986:134) sebagai berikut :
Undang-undang telah mengisyaratkan bahwa pelaku memang telah menghendaki (willens) untuk melakukan suatu perbuatan menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain, dan ia pun harus mengetahui (wetens) bahwa dengan melakukan perbuatan tersebut :
a) Ia telah bermaksud untuk menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain.
b) Ia menyadari bahwa orang pasti (zeker) akan mendapat luka berat pada tubuhnya.
c) Ia menyadari bahwa orang lain mungkin (mogelijk) akan mendapat luka berat pada tubuhnya.
Hal yang sama juga di kemukakan oleh Mahkamah Agung RI sebagaimana putusan kasasi tanggal 8 Januari 1975 No. 105 k. Kr/ 1975 (Lamintang, 1986:134), adalah sebagai berikut :
Bahwa seseorang dengan menggunakan senjata tajam terhadap orang lain untuk membuktikan apakah orang tersebut tidak mempunyai senjata, harus dapat mempertimbangkan apakah orang tersebut tidak mempunyai senjata, harus dapat mempertimbangkan (voorzein) bahwa kemungkinan besar orang itu mengenai unsur luka berat yang terdapat dalam Pasal 354 ayat (1) KUHP. Undang-undang tidak memberikan penjelasan, R. Soesilo (1986:78) memberikan pengertian luka berat atau luka parah yang diatur dalam Pasal 90 KUHP sebagai berikut :
1) Penyakit atau luka yang tidak boleh diharap akan disembuh lagi dengan sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut. Jadi luka atau sakit bagaimana besarnya, jika dapat sembuh kembali dengan sempurna dan tidak mendatangkan bahaya maut itu bukan luka berat.
2) Terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau cakap melakukan pekerjaannya itu termasuk luka berat. Penyanyi misalnya jika kerongkongannya rusak, sehingga tidak dapat lagi menyanyi selama-lamanya itu termasuk luka berat.
3) Tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu panca indera (penglihatan), penciuman, pendengaran, rasa lidah, atau rasa sakit. Orang yang menjadi buta matanya atau tuli satu telinganya, belum termasuk dalam penderitaan ini, karena dengan mata dan telinga yang lain masih dapat berfungsi.
4) Kudung (rompong) dalam teks bahasa belandanya verminking, cacat hingga jelek rupa karena ada salah satu anggota badan yang putus misalnya hidung rompong, daun telinganya teriris putus, jari tangan atau kakinya putus dan sebagainya.
5) Lumpuh (verlamming) artinya tidak bisa menggerakkan anggota badannya.
6) Berubah pikiran lebih dari empat Minggu, di mana pikirannya terganggu, kacau tidak dapat berpikir secara normal, semua itu lamanya lebih dari empat Minggu, jika kurang tidak termasuk pengertian luka berat.
7) Menggugurkan atau membunuh bakal anak dari kandungan ibu.
Pendapat Hoge Raad dalam arrestnya tertanggal 22 Oktober 1902 W.7505 (R. Soesilo, 1987:78) memberikan pengertian mengenai luka berat pada tubuh yang terdapat dalam Pasal 90 KUHP mengatakan bahwa : pasal ini hanya menyebutkan beberapa keadaan yang dapat dipandang sebagai luka berat pada tubuh, akan tetapi pengertiannya adalah tidak terbatasnya pada keadaan itu saja. Di situ memang perlu adanya kerugian tersebut tidak perlu bersifat tetap.
Sebagaimana dengan penganiayaan- penganiayaan lain, penganiayaan seperti diatur dalam Pasal 354 KUHP merupakan delik materiil, yaitu delik itu baru dianggap selesai dengan timbulnya akibat berupa luka pada tubuh orang lain.
Jika maksud untuk melukai berat pada tubuh orang kemudian tidak terjadi, maka perlu di sini hanya melakukan suatu perbuatan percobaan untuk melakukan penganiayaan berat pada tubuh orang lain. Melakukan delik penganiayaan berat ini oleh ketentuan pidana sudah dapat dipidana.
Mengenai ketentuan Pasal 354 ayat (2) tentang bila matinya orang yang dianiaya, apabila matinya orang itu bukan merupakan perbuatan pelaku sejak semula melainkan merupakan tujuan, maka ketentuan pidana dalam Pasal 354 ayat (2) tidak dapat diterapkan, mengingat tujuan awal dari pelaku adalah matinya orang lain, sehingga ketentuan pidananya yang diatur dalam Pasal 338 KUHP tentang delik pembunuhan.
Unsur-unsur yang termuat dalam Pasal 354 KUHP adalah :
1) Memenuhi unsur Pasal 351 KUHP
2) Perbuatan itu mengakibatkan luka berat.
3) Perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.
Dengan demikian, maka unsur penganiayaan berat dapat kita simpulkan sebagai berikut :
1) Dengan sengaja (dolus)
2) Perbuatan tersebut mengakibatkan rasa sakit (ziekte atau pijn), dan luka berat.
3) Perbuatan itu mengakibatkan matinya orang lain.
4) Perbuatan itu dilakukan dengan melawan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar