Memperhatikan ketentuan yang mengatur
penyitaan, undang-undang membedakan beberapa bentuk tata cara penyitaan. Ada yang berbentuk biasa
dengan tata cara pelaksanaan biasa, selain bentuk yang biasa dengan tata cara
biasa pula menjadi landasa aturan umum penyitaan. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan timbul bentuk penyitaan lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut dan
agar penyitaan dapat terlaksana efektif, maka menurut Yahya Harahap
(2003:266-274) ada beberapa proses penyitaan yaitu :
Penyitaan
biasa dan tata caranya, adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk biasa
atau yang umum dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Harus
ada surat izin
penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri.
b.
Memperlihatkan
atau menunjukkan tanda pengenal (Pasal 128 KUHAP)
c.
Memperlihatkan
benda yang akan disita (Pasal 129 KUHAP)
d.
Penyitaan
dan memperlihatkan benda sitaan harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua
Lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 129 ayat (1)).
e.
Membuat
berita acara penyitaan (Pasal 129 ayat (2)).
f.
Menyampaikan
turunan berita acara penyitaan (Pasal 129 ayat (4)).
g.
Membungkus benda sitaan (Pasal 130 KUHAP)
Penyitaan
dalam keadaan perlu dan mendesak, mengenai tata cara penyitaan dalam keadaan
perlu dan mendesak adalah :
a.
Tanpa
surat izin
Ketua Pengadilan Negeri.
b.
Hanya
terbatas atas benda bergerak saja.
c.
Wajib
segera melaporkan guna mendapatkan persetujuan.
Penyitaan
dalam keadaan tertangkap tangan, penyitaan benda dalam keadaan tertangkap
tangan merupakan pengecualian dari penyitaan biasa. Dalam hal tertangkap tangan
penyidik dapat langsung menyita sesuatu benda dan alat :
a.
Yang
ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana
b.
Benda
dan alat yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana
c.
Benda
lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
Penyitaan
tidak langsung, adapun tata cara penyitaan tidak langsung yaitu :
a.
Seseorang
yang menguasai benda yang dapat disita karena benda itu tersangka sebagai
barang bukti dari suatu tindak pidana, oleh karena itu perlu disita.
b.
Surat-surat
yang ada pada seseorang yang berasal dari tersangka atau terdakwa atau surat yang ditujukan
kepada tersangka atau terdakwa atau kepunyaan tersangka atau terdakwa ataupun
yang diperuntukkan baginya.
c.
Jika
benda itu merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.
d.
Penyidik
memerintahkan kepada orang-orang yang menguasai atau memegang benda untuk
menyerahkan kepada penyidik. Jadi cara penyitaan dilakukan dengan jalan
mengeluarkan perintah kepada orang-orang yang bersangkutan untuk menyerahkan
benda tersebut kepada penyidik.
e.
Penyidik
memberikan surat
tanda terima atas penyerahan benda.
Penyitaan
surat atau tulisan lain, penyitaan surat dan benda pos atau benda telekomunikasi dalam
keadaan tertangkap tangan yang memberi wewenang kepada penyidik langsung
menyita surat
atau benda pos yang dimaksud. Adapun mengenai syarat dan cara penyitaannya
yaitu :
a.
Hanya
dapat disita atas persetujuan mereka yang dibebani kewajiban oleh undang-undang
untuk merahasiakan. Misalnya akta notaris atau sertifikat hanya dapat disita
atas persetujuan notaris atau pejabat agraria yang bersangkutan.
b.
Atas
izin khusus Ketua Pengadilan Negeri, jika tidak ada persetujuan dari mereka.
Jika mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakan surat atau tulisan itu setuju atas penyitaan yang
dilakukan penyidik, penyitaan dapat dilakukan tanpa surat izin Ketua Pengadilan Negeri. Akan
tetapi kalau mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakan
tidak setuju atas penyitaan yang akan dilakukan penyidik, dalam hal seperti itu
penyitaan hanya dapat dilakukan atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri
setempat.
Penyitaan
minuta akta notaris berpedoman kepada surat
mahkamah Agung dan pasal 43 KUHAP, mengenai masalah penyitaan ini dapat
dikemukakan beberapa pedoman yaitu :
a.
Ketua
Pengadilan Negeri harus benar-benar mempertimbangkan relevansi dan urgensi
penyitaan secara objektif berdasar Pasal 39 KUHAP.
b.
Pemberian
izin khusus Ketua Pengadilan Negeri atas penyitaan minuta akta notaris,
berpedoman kepada petunjuk teknis dan operasional yang digariskan dalam surat Mahkamah Agung.
c.
Oleh
karena minuta akta ditafsirkan berkedudukan sebagai arsip negara atau melekat
padanya rahasia jabatan notaris, pemberian izin oleh Ketua Pengadilan Negeri
merujuk pada ketentuan Pasal 43 KUHAP. Penyitaan harus berdasar izin khusus
Ketua Pengadilan Negeri.
Khusus mengenai syarat dan tata cara
jika barang bukti atau benda sitaan tersebut dijual melalui lelang yaitu
didasarkan pada ketentuan Pasal 45 KUHAP yang menentukan bahwa :
1)
Dalam
hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang
membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan
terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hokum tetap atau jika
biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin
dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai
berikut :
a.
Apabila
perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat
dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan
disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.
b.
Apabila
perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau
dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya
dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
2)
Hasil
pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang
bukti.
3)
Guna
kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagaian kecil dari benda
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
4)
Benda
sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk
ketentuan sebagaimana dimaksudkan itu, dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan
bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar