Secara umum perbedaan antara proses
pemeriksaan tindak pidana militer dan proses pemeriksaan koneksitas yaitu :
1.
Proses
pemeriksaan tindak pidana militer secara keseluruhan dilakukan oleh peradilan
militer sedangkan proses pemeriksaan perkara koneksitas dapat dilakukan pada
pengadilan militer dan juga pada peradilan umum.
2.
Proses
pemeriksaan tindak pidana militer tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sedangkan perkara koneksitas berpedoman
atau diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP khususnya dalam
Pasal 89 sampai 94.
3.
Dalam
proses pemeriksaan tindak pidana militer penyidikan dilakukan oleh Atasan yang
berhak Menghukum, Polisi Militer dan Oditur Militer sedangkan dalam perkara
koneksitas pelaksanaan penyidikan yang menurut pendapat A. Abu Ayyub Saleh
(2004:4) dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari :
a.
Penyidik,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 KUHAP
b.
Polisi
Militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
c.
Oditur
Militer atau Oditur Militer Tinggi
Lebih
lanjut menurut A. Abu Ayyub Saleh
(2004:5) bahwa :
a.
Tim
penyidik tersebut di atas melakukan kewenangannya masing-masing sesuai
ketentuan Pasal 89 ayat 2 KUHAP
b.
Tim
penyidik tersebut dibentuk dengan Surat Keputusan bersama Menteri Pertahanan
dan Keamanan dan Menteri Kehakiman RI sesuai ketentuan Pasal 89 ayat (3)
KUHAP.
Konsekuensi Yuridis Setelah
Polri Keluar dari ABRI
Setelah institusi Kepolisian Republik
Indonesia keluar dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tentunya
menimbulkan dampak, baik terhadap institusi Polri itu sendiri maupun institusi
ABRI. Dengan keluarnya Polri dari institusi ABRI maka secara otomatis bagi
anggota Polri yang terlibat dalam suatu tindak pidana tidak lagi diperiksa dan
dituntut pada peradilan militer akan tetapi berdasarkan Ketetapan MPR Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan
Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya dalam Pasal 2
dijelaskan bahwa :
“Proses
peradilan pidana bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum
dilakukan hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum”.
Sebelum institusi Polri keluar dari
ABRI, apabila ada anggota Polri yang terbukti atau patut diduga melakukan suatu
tindak pidana, maka akan diperiksa oleh peradilan militer berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, akan tetapi dengan keluarnya institusi Polri
maka secara yuridis berdampak pada tidak berwenangnya peradilan militer untuk
memeriksa dan mengadili anggota Polri yang melakukan tindak pidana.
Dalam hal penyidikan suatu tindak
pidana yang dilakukan oleh anggota Polri, maka berdasarkan ketentuan TAP MPR
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional
Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 4
dijelaskan :
Penyidikan terhadap Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana dilakukan oleh penyidik
sebagaimana diatur menurut hukum acara pidana yang berlaku di lingkungan
peradilan umum.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
sangat jelas bahwa konsekuensi yuridis dengan keluarnya Polri dari ABRI yaitu
peradilan militer tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa anggota Polri yang
melakukan suatu tindak pidana, akan tetapi Polri dianggap sebagai pihak sipil
dan bukan lagi anggota MIliter yang apabila terbukti melakukan suatu tindak
pidana, maka akan diperiksa berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang
berlaku dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar