SKMHT adalah surat kuasa yang
diberikan pemberi hak tanggungan kepada kreditur sebagai penerima hak
tanggungan untuk membebankan hak tanggungan atas objek hak tanggungan. SKMHT
merupakan surat kuasa khusus yang memberikan kuasa kepada kreditur untuk
membebankan hak tanggungan. Surat ini wajib dibuat dengan akta Notaris atau
akta PPAT.
Kreditur setelah memperoleh SKMHT dari
debitur atau pemilik jaminan, maka selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
diberikan SKMHT diwajibkan untuk memasang Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT),
namun SKMHT yang kemudian dilanjutkan dengan pengesahan hak tanggungan oleh
kreditur mengakibatkan pengeluaran biaya cukup besar, sedangkan debitur hanya
mendapat fasilitas kredit kecil sehingga untuk menghemat biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh debitur, maka ada kebijakan dari pemerintah dengan menentukan
bahwa bagi kredit usaha kecil cukup digunakan SKMHT.
Ketentuan tersebut diatur dalam Surat
Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4
Tahun 1996 tentang penetapan batas waktu SKMHT, untuk menjamin pelunasan
kredit-kredit tertentu dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/24/KEP/DIR/1993 tentang
Kredit Usaha Kecil yang kemudian dicabut dan diganti dengan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 30/55/LEP/DIR tanggal 8 Agustus 1998. dalam Surat
Keputusan tersebut dinyatakan bahwa :
Perbankan Indonesia bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.
Makasi bgt mas ilmunya :D
BalasHapusmakasih yah,heheheh
BalasHapus(y)
BalasHapusya, klo pengertian secara formal mmg demikian, namun yang jadi permasalahan adalah bagaimana kekuatan hukum dari SKMHT tersebut bagi kreditur ketika menghadapi debiturnya macet? apakah penentuan nominal Hak Tanggungan yang tertera dalam SKMHT dapat dijadikan dasar perhitungan atau unsur pengurang dalam rangka pembentukan PPAP ?
BalasHapus