Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Minggu, 12 Februari 2012

Peranan Korban Atas Terjadinya Kejahatan



Apabila berbicara mengenai peranan korban akan mempengaruhi penilaian dan penentuan hak dan kewajiban pihak korban dalam suatu tindak pidana dan penyelesaiannya. Pihak korban mempunyai peranan dan tanggung jawab yang fungsional dalam pembuatan dirinya sebagai korban.
Situasi dan kondisi pihak korban dapat merangsang pihak pelaku untuk melakukan  suatu kejahatan terhadap pihak korban.Pihak korban sendiri dapat tidak melakukan suatu tindakan, tidak berkemauan atau rela menjadi korban. Situasi atau kondisi yang ada pada dirinyalah yang merangsang, mendorong pihak lain melakukan suatu kejahatan karena kerapkali antara pihak pelaku dan pihak korban tidak terdapat hubungan terlebih dahulu. Situasi dan kondisi tersebut antara lain berkaitan dengan kelemahan fisik, dan cacat mental pihak korban, yaitu mereka yang berusia tua atau kanak-kanak, yang cacat tubuh atau jiwa, serta pria atau wanita dan lain-lainnya yang dapat dimanfaatkan karena ketidak berdayaan yang ada pada mereka.Juga berkaitan dengan situasi sosial pihak korban, seperti mereka yang tidak berpendidikan, bodoh, golongan lemah, politis, ekonomis hukum mereka yang terasing dan yang berkedudukan lemah serta tidak mempunyai pelindung dalam masyarakat, mereka yang dianggap sebagai musuh, pengacau dan sampah masyarakat, yang perlu dihapuskan atau dihilangkan karena tidak bermanfaat.
Dengan kata lain tanpa korban tidak akan terjadi suatu kejahatan. Jadi jelaslah bahwa pihak korban adalah sebagai partisipan utama yang memainkan peranan penting. Bahkan setelah kejahatan dilaksanakan dalam masalah penyelesaian konflik dan penentuan hukuman para  pelaku dapat juga terjadi suatu kejahatan yang dilakukan oleh  pihak korban apabila dirasakan ada tindak lanjut yang tidak adil dan merugikan pihak korban. Yang menjadi pertimbangan-pertimbangan penentuan hak dan kewajiban pihak korban adalah taraf keterlibatan dan tanggung jawab fungsional pihak korban dalam tindak pidana itu. Demi keadilan dan kepastian hukum, perumusan mengenai hak dan kewajiban dalam suatu peraturan atau undang-undang harus dipertanggungjawabkan secara yuridis ilmiah. Hak dan kewajiban korban (Arif Gosita,2004:52) adalah sebagai berikut:
1.    Hak korban
Hak-hak anak yang menjadi korban kejahatan adalah:
a.    Mendapat bantuan fisik (pertolongan pertama kesehatan, pakaian, naungan dan sebagainya).
b.    Mendapat bantuan penyelesaian permasalahan (melapor, nasihat hukum, pembela).
c.    Mendapat kembali hak miliknya .
d.    Mendapat pembinaan dan rehabilitasi .
e.    Menolak menjadi saksi, bila hal ini membahayakan dirinya.
f.     Memperoleh perlindungan dari ancaman pihak pelaku bila melapor atau menjadi saksi .
g.    Memperoleh ganti rugi kerugian (restitusi, kompensasi) dari pihak pelaku atau pihak lain yang bersangkutan demi keadilan dan kesejahtraan yang bersangkutan.
h.    Menolak ganti kerugian demi kepentingan korban.
i.      Menggunakan upaya hukum (Rechmiddelen).
2.    Kewajiban Korban
Kewajiban korban adalah :
a.    Tidak sendiri membuat korban dengan mengadakan pembalasan (main hakim sendiri) .
b.    Berpartisipasi dengan masyarakat mencegah pembuatan korban lebih banyak lagi.
c.    Mencegah kehancuran si pelaku baik oleh diri sendiri maupun orang lain.
d.    Ikut serta membina pembuat korban.
e.    Bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi.
f.     Tidak menuntut restitusi yang tidak sesuai dengan kemampuan pelaku.
g.    Memberi kesempatan kepada pelaku untuk memberi restitusi kepada pihak korban sesuai dengan kemampuannya
h.    Menjadi saksi bila tidak membahayakan diri sendiri dan ada jaminan keamanannya.




A.   Peranan Korban Terhadap Terjadinya Kejahatan
Masalah korban sebenarnya bukanlah hal yang baru, hanya karena hal-hal tertentu kurang diperhatikan, bahkan nyaris diabaikan. Apabila kita mengamati masalah kejahatan menurut proporsi  yang sama sebenarnya  secara dimensional, maka mau tidak mau kita harus memperhitungkan peranan si korban dalam timbulnya suatu kejahatan. Korban mempunyai peranan yang fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Pada kenyataannya dapat dikatakan bahwa tidak mungkin timbul suatu kejahatan kalau tidak ada korban kejahatan, yang merupakan peserta utama dalam terjadinya suatu kejahatan dan dalam hal pemenuhan kepentingan si penjahat yang berakibat pada penderitaan si korban.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa si korban mempunyai tanggung jawab fungsional dalam terjadinya kejahatan. Pengetahuan mengenai korban merupakan salah satu persyaratan utama dalam usaha mengerti lebih baik mengenai hubungan antara penjahat dengan korbannya. Contohnya pada kejahatan yang berhubungan rasa dendam, korban mempunyai peranan dalam timbulnya kejahatan.
Perhatian terhadap korban diwujudkan dalam symposium internasional mengenai vitimologi di Yerrusalem pada Tahun 1973. Simposium yang kedua diadakan di Boston pada tahun 1976. Viktimilogi dianggap penting karena dapat membantu menambah kacerahan dalam menghadapi penjahat dan korbannya. Viktimologi boleh dikatakan bahwa suatu pengetahuan yang tugasnya adalah meneliti si korban secara biologis, sosiologis dan sosial dengan cara meneliti seorang petindak/pelaku.
Jika ingin mengerti masalahnya menurut proporsi yang sebenarnya, maka harus diperhatikan semua hubungan yang ada yaitu antara para peserta dan hal-hal lain dalam timbulnya suatu tindak pidana. Para penjahat dan para korban adalah hasil interaksi satu sama lain. Jadi jelaslah bahwa jika ingin memahami para pembuat korban/penjahat dengan baik menurut proporsi yang sebenarnya harus juga memahami sikorban begitu pula sebaliknya. Antara korban dan pembuat korban masing-masing tanggung jawab secara fungsional terhadap terjadinya suatu kejahatan yang dihasilkan bersama baik aktif atau secara pasif.
Kerap kali dapat juga dikatakan bahwa masyarakat sendiri yang salah dalam hal ini, karena bersikap memberikan kesempatan atau membiarkan negara menyalahgunakan kekuasaan karena keadaan keadaan tertentu misalnya karena ketakutan, keganasan, malas. Hampir setiap negara dan masyarakat, sedikit banyak adalah kriminogen dan dapat menimbulkan korban bahkan masyarakat baru dan negara-negara yang baru berdiri yang didirikan unuk menggantikan yang lama dapat menjadi krominogen.
Pembiaran dalam arti membiarkan berlangsungnya perbuatan yang menyimpang yang dilakukan oleh penguasa atau golongan masyarakat atau orang perorangan untuk kepentingan sendiri atau orang lain, menimbulkan korban pada anggota masyarakat tertentu dalam masyarakat tersebut.
Pembiaran, tersebut antara lain oleh Arif Gosita (1993;71) disebabkan karena :
1.    Masyarakat tidak mampu bereaksi terhadap penyimpangan tersebut.
2.    Korban tersebut mungkin takut akan kemungkinan adanya akibat yang bertentangan.
3.    Sikap tidak peduli/pembiaran ini adalah suatu iklim sosial yang ditimbulkan oleh tidak adanya reaksi yang luas terhadap tingkah laku yang tidak sesuai atau menyimpang.

Dari sudut pandang si penyimpang hal ini sering dapat diterima dan ditafsirkan sebagai suatu toleransi yang disengaja, atau paling sedikit sebagai suatu pemberian karena kelalaian. Dalam keadaan ini si korban sedikit banyak ikut serta menciptakan iklim yang memudahkan dirinya menjadi korban. Jadi korban tidak dapat menyalahkan sepenuhnya kepada orang lain dalam hal ia menjadi korban. Yang mejadi masalah adalah pembiaran itu dibiarkan berlarut-larut sehingga kemudian dianggap sebagai sesuatu yang wajar atau lalu melembaga, hingga kemudian mempengaruhi secara negatif perkembangan mental anggota masyarakat.
Partisipasi atau ikut sertanya si korban dalam suatu penyimpangan dengan tujuan untuk mencapai sesuatu dei kepentingan diri sendiri atau orang lain dapat menyebabkan diri sendiri menjadi korban misalnya :
a.    Ingin mendapatkan barang yang baik dengan harga yang sangat rendah, ternyata barang yang dibeli adalah barang palsu. Jadi korban penipuan.
b.    Ikut dalam penyelundupan karena ingin cepat berhasil mendapatkan uang, kemudian tidak berhasil dan mejadi obyek pemerasan petugas. Jadi obyek pemerasan.
c.    Mengadakan perkenalan dengan orang yang tidak jelas, akibatnya menjadi korban pemerkosaan.
d.    Menjadi korban karena memberikan kesan tertentu sebagai orang berada, berkedudukan, berkuasa, tidak mampu fisik, tidak tahu jalan bodoh dan lain-lain sebagainya sehingga mendorong orang menjadikan sebagai korban.
Dengan demikian jelaslah bahwa korban juga mempunyai peranan penting dalam timbulnya suatu kejahatan. Korban ikut berrtanggung jawab atas terjadinya seorang pembuat korban. Korban mempunyai tanggung jawab fungsional.
Pihak lain yang berpengaruh terhadap lahirnya si korban dan pembuat korban, yang perlu juga mendapat perhatian adalah pihak yang menyaksikan timbulnya atau labhirnya si korban dan si pembuat korban adalah saksi, penonton/penggemar. Saksi yang mengetahui terjadinya, atau melihat berlangsungnya perbuatan pembuat korban, sikap dan tindakannya dapat mencegah terjadinya korban. Sikap yang mengetahui terjadinya atau melihat berlangsungnya perbuatan pembuat korban, sikap dan tindakannya dapat mencegah terjadinya korban. Sikap dan tindakannya yanga berdiam diri sebetulnya sudah dapat dituntut berdasarkan lembaga ommisi delik pada peristiwa tersebut.
Perlu diketahui bahwa ada kalanya dalam hal tertentu yang membuat saksi tidak bertindak mencegah terjadinya korban, antara lain saksi takut adanya akibat yang akan merugikan dirinya atau pelaporannya tidak mendapat perhatian bahkan ada kemungkinan ia dapat disangka dirinya terlibat dan mendapat kesulitan dalam proses peradilan. Yang menjadi masalah disini adalah menciptakan suasana agar para saksi mau berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan terjadinya korban dengan adanya jaminan terhadap keamanan dirinya baik pihak pembuat korban maupun dari penguasa.
Dengan demikian jelaslah bahwa demi kerukunan, perdamaian dan ketertiban dalam masyarakat dan dunia internasional, perhatian terhadap peran serta dalam terjadinya korban adalah sangat penting. Usaha-usaha pencegahan pembuat korban harus ditingkatkan dengan mengadakan antara lain menciptakan suasana iklim yang dapat mencegah dan mengurangi orang membuat korban dan menjadi korban dengan menyebarluaskan informasi tentang cara mencegah terjadi korban, menunjukkan daerah-daerah korban/ daerah kejahatan (victim area), mengembangkan rasa kewaspadaan dan bertanggung jawab, pengadaa peraturan perundang-undangan yang mengatur dan menjamin hak dan kewajiba korban.
Dalam sistem pengawasan dan pengamanan yang lemah ditambah lagi karena korban memancing terjadinya kejahatan dengan cara memamerkan kekayaan dan tidak menjaga harta miliknya dengan baik dapat mendorong atau memancing pelaku untuk melakukan kejahatan seperti penodongan, penjabretan dan pencurian. Pada kasus pencurin kendaraan bermotor dikarenakan sikorban tidak mengunci atau memarkir ditempat yang kurang/tidak aman. Keadaan ini juga sesuai dengan analisis pihak kepolisian tentang timbulnya kejahatan yakni Kejahatan = Niat + Kesempatan.
Peran korban dalam mempengaruhi terjadinya kejahatan dapat berupa partisipasi aktif maupun pasif, dapat berperan dalam keadaan sadar atau tidak sadar, secara langsung atau tidak langsung. Semuanya bergantung pada situasi dan kondisi pada saat kejahatan tersebut berlangsung.
Situasi dan kondisi pihak korban dapat mendorong pelaku untuk melakukan suatu kejahatan terhadap korban . pihak korban sendiri tidak rela untuk menjadi korban, tetapi situasi dan kondisi yang ada pada dirinyalah yang mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan. Situasi tersebut dapat berupa :
1.    Kelemahan fisik dan mental pihak korban yakni mereka yang berusia tua atau kanak-kanak, cacat tubuh atau jiwa atau wanita dapat dimanfaatkan karena tidak berdaya.
2.    Situasi sosial pihak korban seperti mereka yang tidak berpendidikan, bodoh, golongan lemah ekonomi, politik hukum serta tidak mempunyai perlindungan dalam masyarakat.
Korban yang dioketahui lemah fisik, mental dan sosial sering dimanfaatkan sesukanya oleh pelaku yang merasa dirinya lebih kuat dan lebih berkuasa dari pihak korban. Hal ini kadang-kadang terjadi pada kejahatan-kejahatan domestic violence. Seorang anak atau istri kerap kali menjadi korban kejahatan dari ayah atau suami karena anak atau istri sangat bergantung secara sosial pada ayah/suami. Akibatnya mereka menerima saja kejahatan yang berlangsung.
Berkaitan dengan hal tersebut maka Stephen Schafer (Ade Darma Weda, 1996 : 90) mengemukakan beberapa tipe korban kejahatan dan megkaji tingkat kesalahan korban yang pada prinsipnya terdapat 4 (empat) tipe korban yakni :
1.    Orang yang tidak mempunyai kesalahan apapun tetapi tetap menjadi korban. Dalam hal ini kesalahan ada pada pihak pelaku.
2.    Korban secara sadar atau tidak sadar melakukan suatu perbuatan yang mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan, sehingga kesalahan terletak pada pelaku dan korban.
3.    Mereka secara biologis, potensial menjadi korban seperti anak, orang tua, cacat fisik/mental, orang miskin, golongan minoritas dan sebagainya. Korban dalam hal ini tidak dapat dipersalahkan. Pelaku dan masyarakatlah yang bertanggung jawab.
4.    Korban karena dia sendiri adalah pelaku. Hal ini dapat terjadi pada kejahatan tanpa korban seperti seperti pelacuran, zinah, judi,narkoba dan sebagainya. Yang bersalah dalam hal ini adalah si korban.





1 komentar:

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter