Untuk dapat memahami bagaimana sebenarnya sehingga suatu tindakan dikatakan telah merugikan keuangan negara, maka berikut ini akan dijelaskan pengertian kerugian negara. Kerugian negara yang ditimbulkan dari akibat perbuatan tindak pidana korupsi yang dimaksud adalah adanya kerugian yang ditimbulkan pada keuangan negara atau perekonomian negara.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang dimaksud dengan kerugian negara atau daerah adalah :
Kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka dapat di kemukakan unsur-unsur dari kerugian negara yaitu :
1. Kerugian negara merupakan berkurangnya keuangan negara berupa uang berharga, barang milik negara dari jumlahnya dan/ atau nilai yang seharusnya.
2. kekurangan dalam keuangan negara tersebut harus nyata dan pasti jumlahnya atau dengan perkataan lain kerugian tersebut benar-benar telah terjadi dengan jumlah kerugian yang secara pasti dapat ditentukan besarnya, dengan demikian kerugian negara tersebut hanya merupakan indikasi atau berupa potensi terjadinya kerugian.
3. Kerugian tersebut akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai, unsur melawan hukum harus dapat dibuktikan secara cermat dan tepat.
Dalam penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan mengenai keuangan negara adalah:
Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
a. berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara baik di tingkat pusat maupun di daerah.
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara, sedangkan yang dimaksud dengan perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan maupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 sebagaimana di kemukakan di atas, maka dapat dilihat bahwa konsep yang dianut yaitu konsep kerugian negara dalam arti delik materiil di mana perbuatan atau tindakan dapat dikatakan merugikan keuangan negara dengan syarat harus adanya kerugian negara yang benar-benar nyata sedangkan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dijelaskan bahwa kerugian negara dalam konsep delik formil dikatakan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dari beberapa ketentuan di atas, dapat dikatakan bahwa konsep kerugian keuangan negara dalam arti delik materiil tidak dapat lagi digunakan atau tidak dapat lagi dipertahankan karena untuk dapat atau tidaknya suatu tindakan dikatakan sebagai korupsi harus adanya tindakan persiapan yang dilakukan tetapi belum nyata dapat merugikan keuangan negara. Tindakan persiapan tersebut juga akan mengarah pada perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara, sehingga untuk mencegah agar suatu tindak pidana korupsi yang betul-betul merugikan keuangan negara maka sebaiknya dipergunakan konsep delik formil dalam menentukan apakah telah terjadi kerugian keuangan negara atau tidak.
C. Kerugian Keuangan Negara
Salah satu unsur yang paling mendasar dalam tindak pidana korupsi adalah adanya unsur kerugian keuangan negara atau merugikan perekonomian negara yang ditimbulkan akibat terjadinya perbuatan korupsi. Terhadap timbulnya kerugian keuangan negara ini membuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik yang lama yaitu Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 maupun yang baru yaitu Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, menetapkan kebijakan bahwa kerugian keuangan negara itu harus dikembalikan atau diganti oleh pelaku korupsi. Penggantian atau pengembalian kerugian keuangan negara tersebut berupa pemberian pidana pembayaran uang pengganti. Sebelum menentukan ada atau tidaknya unsur kerugian keuangan negara tersebut, maka perlu ada kejelasan secara yuridis apa yang dimaksud dengan pengertian keuangan negara.
Berbagai peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum terdapat adanya kesamaan persepsi mengenai pengertian keuangan negara. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mendefinisikan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Di dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 ayat (1) menyatakan penyertaan negara merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Pemahaman terhadap pasal ini adalah pada saat kekayaan negara telah dipisahkan, maka kekayaan tersebut bukan lagi masuk di ranah hukum publik tetapi masuk di ranah hukum privat.
Undang-Undang tentang Keuangan Negara memposisikan BUMN Persero masuk dalam tataran hukum publik. Pada sisi lain, Pasal 11 Undang-Undang BUMN menyebutkan pengelolaan BUMN Persero dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya. Berarti, Undang-Undang Perseroan Terbatas sesuai dengan asas lex specialis derograt lex generalis yang berlaku bagi BUMN Persero.
Undang-Undang tentang Keuangan Negara memposisikan BUMN Persero masuk dalam tataran hukum publik. Pada sisi lain, Pasal 11 Undang-Undang BUMN menyebutkan pengelolaan BUMN Persero dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya. Berarti, Undang-Undang Perseroan Terbatas sesuai dengan asas lex specialis derograt lex generalis yang berlaku bagi BUMN Persero.
Dengan demikian, jika terjadi kerugian di suatu BUMN Persero maka kerugian tersebut bukan merupakan kerugian keuangan negara melainkan kerugian perusahaan atau lazim juga disebut resiko bisnis sebagai badan hukum privat. Dalam hal terjadi kerugian pada BUMN Persero, para penegak hukum dan aparat negara, berpegang pada Pasal 2 huruf g Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah dan penjelasan umum Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa “Penyertaan negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara”, sifatnya tetap berada di wilayah hukum publik. Seperti yang tertuang dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 bahwa keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala keruian keuangan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan mempertanggungjawabkan pejabat lembaga negara baik di tingkat pusat maupun di daerah.
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan mempertanggungjawabkan Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum dan Perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ke tiga berdasarkan perjanjian dengan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku yang bertujuan memberikan mamfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
Paparan di atas menunjukkan tidak adanya keseragaman mengenai pengertian keuangan negara antara Undang-Undang BUMN, Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perbedaan pemaknaan aturan perundang-undangan tersebut menimbulkan kesulitan dalam upaya menetapkan seberapa besar kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan dan seberapa besar jumlah uang pengganti yang akan dibebankan kepada terpidana disamping kesulitan mengenai pembuktian dipersidangan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Numpang nanya, "apabila seorang pejabat struktural daerah yang memalsukan identitas diri istrinya yang bukan PNS setempat dan memakai nama salah satu PNS dimana suaminya menjabat dan memanfaatkan identitas tersebut untuk bersama-sama mengikuti salah satu program kegiatan pemerintah pusat yang diperuntukkan khusus untuk PNS di lingkungan instansi suaminya menjabat tersebut dapat dikategorikan dalam bentuk tindak pidana apa? "
BalasHapus