Perjanjian kredit perbankan adalah
suatu kontrak baku yaitu perjanjian yang dibuat seblumnya oleh bank dan debitur
yang membutuhkan jasa perkreditan bank tersebut hanya menanda tangani
perjanjian tersebut, perjanjian mana berisi syarat-syarat atau klausula-klausula
yang dalam perumusannya tanpa melibatkan pihak debitur.
Istilah
perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir.
Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah .satu pihak, terutama
pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.[1]
Menurut
Munir Fuady kontrak baku adalah:[2]
“
Suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak
tersebut, bahkan sering kali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah
satu pihak”. Ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya
mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa
perubahan dalam klausul-klausulnya, di mana pihak lain dalam kontrak tersebut
tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Pihak yang kepadanya
disodorkan kontrak baku tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk brnegosiasi
dan berada hanya pada posisi "take
it or leave it". Dengan demikian, oleh hukum diragukan apakah benarbenar
ada elemen kata sepakat yang merupakan syarat sahnya kontrak dalam kontrak
tersebut. Karena itu pula, untuk membatalkan suatu kontrak baku, sebab kontrak
baku adalah netral".
Sedangkan
Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah:[3]
"Syarat-syarat
konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat,
yang jumlahnya tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu".
Dengan
demikian perjanjian baku isi perjanjiannya tanpa dibicarakan dengan pihak
lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak
isinya.
Mariam
Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa standard
contract merupakan perjanjian yang telah dibakukan, dengan ciri-cirinya
yaitu: [4]
1. Isinya ditetapkan secara sepihak
oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat;
2. Masyarakat (debitur) sama sekali
tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian;
3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur
terpaksa menerima perjanjian itu;
4. Bentuk tertentu (tertulis);
5. Dipersiapkan secara massal dan
kolektif.
Dengan
kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul-klausulnya.
Oleh karena itu suatu perjanjian yang dibuat dengan akta notaris, bila dibuat
oleh notaris dengan klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja
klausul-klausul yang telah dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak
yang lain tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan
atas klausul-klausul itu, maka perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu
pun adalah juga perjanjian baku.
Dari
uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat perjanjian baku merupakan perjanjian
yang telah distandardisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak
lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur
menerima isi perjanjian tersebut, ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi
apabila ia menolak, perjanjian itu dianggap tidak ada karena debitur tidak
menandatangani perjanjian tersebut.
Dalam
praktiknya, sering kali debitur yang membutuhkan uang hanya menandatangani
perjanjian kredit tanpa dibacakan isinya. Akan tetapi, isi perjanjian baru
dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu melaksanakan
prestasinya karena kreditor tidak hanya membebani debitur membayar pokok disertai
bunga, tetapi ia juga membebani debitur dengan membayar denda keterlambatan
atas bunga sebesar 50% (lima puluh persen) dari besarnya bunga yang dibayar
setiap bulannya. Dengan demikian, utang yang harus dibayar oleh debitur sangat
tinggi. Kreditur berpendapat bahwa penerapan denda keterlambatan itu karena di
dalam standar kontrak telah ditentukan dan diatur secara jelas dan rinci dalam
kontrak, sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk menolak pemenuhan denda
keterlambatan tersebut. Oleh karena itu, debitur harus membayar pokok, bunga,
beserta denda keterlambatannya.[5]
Dari
uraian di atas, dapat dikemukakan 3 (tiga) kontrak baku, yaitu:[6]
1. Diatur oleh kreditur atau ekonomi
kuat;
2. Dalam bentuk sebuah formulir; dan
3. Adanya klausula-klausula eksonerasi/pengecualian.
Pada
umumnya selalu dikatakan bahwa sebuah kontrak standar adalah kontrak yang
bersifat ambil atau tinggalkan, mengingat bahwa tidak ada prinsip kontrak. Dalam
reformasi hukum perjanjian diperlukan pengaturan tentang kontrak standar. Hal ini
sangat diperlukan untuk melindungi masyarakat, terutama masyarakat ekonomi
lemah terhadap ekonomi kuat.[7]
Menurut
Pitlo, munculnya perjanjian baku seiring dengan keadaan sosial dan ekonomi.
Perusahaan yang besar, perusahaan semi pemerintah atau perusahaan-perusahaan
pemerintah mengadakan kerja sama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan
mereka menentukan syarat-syarat tertentu secara sepihak. Pihak lawannya (wederpartij) yang pada umumnya mempunyai
kedudukan (ekonomi) lemah, baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya
hanya menerima apa yang disodorkan itu".[8]
Sedangkan Taryana Sunandar mengatakan
bahwa pembuatan perjanjian atau kontrak baku pada awalnya dilakukan oleh
perusahaan secara individual, kemudian oleh asosiasi bisnis. Pembuatan kontrak
baku oleh lembaga internasional untuk negara Eropa diprakarsai oleh UNECE (United Nation Economic Comission for Europa).
Demikian pula berbagai asosiasi perdagangan seperti GFTA (Grain and Free Trade Association) dan FOFA (Federation of Oilseeds and Fats Association) telah mengembangkan
kontrak baku untuk transaksi perdagangan jenis tertentu.[9]
Syarat
utama suatu kontrak dapat disebut kontrak baku, yaitu kontrak harus digunakan
secara luas, terutama dalam masyarakat bisnis (usaha).
Dengan
penggunaan perjanjian baku ini, pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam
penggunaan biaya, tenaga dan waktu.
Mariam
Darus Badrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4 (empat) jenis, yaitu
sebagai berikut:[10]
1. Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian
yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian
itu. Pihak yang kuat di sini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai
posisi (ekonomi) kuat dibandingkan pihak debitur.
2. Perjanjian baku timbal balik adalah
perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya
perjanjian baku yang pihak-pihaknya terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan
pihak lainnya buruh (debitur). Kedua pihak lazimnya terikat dalam organisasi,
misalnya pada perjanjian buruh kolektif.
3. Perjanjian baku yang ditetapkan
oleh pemerintah adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan pemerintah
terhadap perbuatanperbuatan hukum tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian
yang mempunyai objek hak-hak atas tanah.
4. Perjanjian baku yang ditentukan di
lingkungan notaris atau advokad adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya
sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat
yang minta bantuan notaris atau advokad yang bersangkutan. Di dalam
perpustakaan Belanda, jenis keempat ini disebut contract model.
Menurut H.Salim HS jika dikaji dari
segi objeknya maka jenis-jeis kontrak baku adalah sebagai berikut: [11]
1.
Kontrak
baku yang dikenal dalam bidang pertambangan umum dan minyak dan gas bumi,
seperti kontrak baku pada kontrak karya, kontrak production sharing, perjanjian karya pengusahaan batu baru, kontrak
bantuan teknis, dan lain-lain;
2. Kontrak baku yang dikenal dalam
praktik bisnis, seperti kontrak baku dalam perjanjian leasing, beli sewa, franchise,
dan lain-lain;
3. Kontrak baku yang dikenal dalam
bidang perbankan, seperti perjanjian kredit bank, perjanjian bagi hasil pada
bank syariah;
4. Kontrak baku yang dikenal dalam
perjanjian pembiayaan non-bank, seperti perjanjian pembiayaan dengan pola bagi
hasil pada perusahaan modal ventura,
perjanjian pembiayaan konsumen; dan
5. Kontrak baku yang dikenal dalam
bidang asuransi, seperti perjanjian asuransi yang dibuat oleh perusahaan
asuransi.
Pasal
1 angka 10 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
memberikan pengertian klausula baku yaitu:
"setiap aturan
atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu
dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen".
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah ditentukan berbagai
larangan dalam membuat atau mencantumkan klausula baku setiap dokumen dan/atau
perjanjian. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:[12]
1. Menyatakan pengalihan tanggung
jawab pelaku usaha;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau
jasa yang dibeli oleh konsumen;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkait dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
5. Mengatur perihal pembuktian atas
hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha
untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang
menjadi objek jual beli jasa;
7. Menyatakan tunduknya konsumen
kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau
pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi
kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Di
samping itu, pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti,. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan
oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi larangan di atas
dinyatakan batal demi hukum. Dan pelaku usaha wajib menyelesaikan klausula baku
yang bertentangan dengan undang-undang ini. Secara teoritis terdapat perbedaan
pendapat mengenai perjanjian baku, hal ini dapat dikemukakan beberapa pendapat
yaitu:
Sluijter
mengatakan bahwa:[13]
"Perjanjian
baku, bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian itu
adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere wet-gever). Syarat-syarat yang ditentukan
pengusaha dalam perjanjian itu adalah undang-undang dan bukan perjanjian".
Mariam
Darus Badrulzaman berpendapat:[14]
"Perbedaan
posisi para pihak ketika perjanjian baku diadakan tidak memberikan kesempatan
pada debitur mengadakan "real
bargaining" dengan pengusaha (kreditur). Debitur tidak mempunyai
kekuatan untuk mengutarakan kehendak dan kebebasannya dalam menentukan isi
perjanjian. Karena itu perjanjian baku tidak memenuhi elemen yang dikehendaki
Pasal 1320 KUH Perdata jo Pasal 1338 KUH Perdata".
Sedangkan
menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa:[15]
"Keabsahan
berlakunya perjanjian baku tidak perlu dipersoalkan oleh karena perjanjian baku
eksistensinya sudah merupakan kenyataan, yaitu dengan telah dipakainya
perjanjian baku secara meluas dalam dunia bisnis sejak lebih dari 80 tahun
lamanya. Kenyataan itu terbentuk karena perjanjian baku memang lahir dari
kebutuhan masyarakat sendiri. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung tanpa
perjanjian baku. Perjanjian baku dibutuhkan oleh dan karena itu diterima oleh
masyarakat".
Kondisi
masyarakat yang pragmatis mengakibatkan secara realitas perjanjian baku
diterima sebagai suatu perjanjian karena masyarakat tidak memerlukan waktu yang
lama untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, tanpa memikirkan risiko yang
muncul jika timbul wanprestasi dikemudian hari.
[1]
H.Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak
di Luar KUH Perdata, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal.145.
[2]
Munir Fuady, Op.Cit., Hal.76
[3]
Hondius E.H., Syarat-Syarat Baku dalam Hukum Kontrak Artikel dalam Kompendium
Hukum Belanda, Yayasan Kerjasama Ilmu Hukum Indonesia Belanda di Is-Gravenhage,
1978, Hal.39.
[4]
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit.,
Hal.11
[5]
H.S.Salim, Op.Cit., Hal.147
[6]
Ibid.
[7]
H.S.Salim, Op.Cit., Hal.7
[8]
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., Hal.7
[9]
Taryana Sunandar, Tinjauan atas Beberapa
Aspek Hukum Dari Prinsip-Prinsip UNIDROIT dan SISG Dalam Kompilasi Hukum
Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hal.17
[10]
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit,
Hal.77
[11]
H.Salim H.S., Op.Cit, Hal.157
[12]
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut
Pandang Hukum Bisnis), 2003, Hal.94.
[13]
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit,
Hal.14.
[14]
Ibid.,Hal.13.
[15]
Sutan Remi Sjahdeini., Op.Cit., Hal.70.
Selamat hari untuk semua warga negara Indonesia dan juga semua ASIA, nama saya Ny. Nurliana Novi, tolong, saya ingin membagikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini untuk semua warga negara Indonesia dan seluruh Asia untuk berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Allah telah sepenuhnya mendukung saya melalui ibu, Nyonya Elina yang baik
BalasHapusSetelah beberapa periode mencoba untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan ditolak terus-menerus, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya ditipu dan saya kehilangan Rp 15.000.000 dengan pemberi pinjaman pinjaman yang berbeda.
Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya yang kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. Elina, yang adalah pemilik perusahaan pemberi pinjaman global, jadi teman saya meminta saya untuk melamar dari Ny. Elina, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ny. Elina.
Saya mengajukan pinjaman sejumlah Rp500.000.000 dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman itu disetujui dengan mudah tanpa stres dan semua pengaturan dilakukan pada transfer kredit, karena fakta bahwa itu tidak memerlukan jaminan dan jaminan untuk pinjaman transfer Saya hanya diberitahu untuk mendapatkan sertifikat perjanjian lisensi aplikasi Mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari dua jam uang pinjaman telah disetorkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah Rp500.000.000. Saya sangat senang bahwa ALLAH akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang telah memberi saya keinginan hati saya.
Mereka juga memiliki tim ahli di sana yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah mengalami kebangkrutan lagi dalam hidup Anda.
Semoga ALLAH memberkati Bunda Elina karena membuat hidup saya mudah, jadi saya menyarankan siapa pun yang tertarik untuk mendapatkan pinjaman, silakan hubungi Mrs. Elina melalui email: elinajohnson22@gmail.com untuk pinjaman Anda
Ada perusahaan palsu lain yang menggunakan kesaksian saya secara online untuk mencapai keinginan egois mereka, saya satu-satunya dengan kesaksian yang benar ini, ketika Anda menghubungi kemudian meminta mereka untuk bukti pembayaran di sana kepada ibu ,, harap berhati-hati terhadap orang-orang ini, oke
Akhirnya saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian hidup saya yang sebenarnya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa Tuhan akan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Satu lagi nama saya adalah mrs nurliana novi, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut via email saya: nurliananovi96@gmail.com