Teori
Efektifitas
Penelitian kepustakaan yang ada
mengenai teori efektivitas memperlihatkan
keanekaragaman dalam hal indikator penilaian tingkat efektivitas suatu hal. Hal ini terkadang mempersulit
penelaahan terhadap suatu penelitian yang melibatkan teori efektivitas, namun secara umum, efektivitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam
pencapaian target atau tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas memiliki beragam jenis, salah satunya adalah
efektivitas organisasi. Sama halnya dengan teori efektivitas secara umum, para ahli pun memiliki beragam
pandangan terkait dengan konsep efektivitas organisasi.
“Efektivitas
adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek
atau akibat yang dikehendaki, kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan
maksud tertentu yang memang dikehendaki. Maka orang itu dikatakan efektif kalau
menimbulkan atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki.”
Dari
definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal dapat dikatakan
efektif apabila hal tersebut sesuai dengan dengan yang dikehendaki. Artinya,
pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya tindakan-tindakan
untuk mencapai hal tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses
pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau
kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah
mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang
dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut
merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut
wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut.
Adapun apabila kita
melihat efektivitas dalam bidang hukum, Achmad Ali[2] berpendapat bahwa ketika
kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita
pertama-tama harus dapat mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau
tidak ditaati”. Lebih lanjut Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya
faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah
profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para
penegak hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri
mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut.
Teori efektivitas
hukum menurut Soerjono Soekanto[3] adalah bahwa efektif atau
tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan
hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta
dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor di atas
saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan
hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Pada
elemen pertama, yang menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut
dengan baik atau tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.
Menurut Soerjono
Soekanto[4] ukuran efektivitas pada
elemen pertama adalah :
1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan
tertentu sudah cukup sistematis.
2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan
tertentu sudah cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada
pertentangan.
3. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan
yang mengatur bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.
4. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai
dengan persyaratan yuridis yang ada.
Pada elemen kedua
yang menentukan efektif atau tidaknya kinerja hukum tertulis adalah aparat
penegak hukum. Dalam hubungan ini dikehendaki adanya aparatur yang handal
sehingga aparat tersebut dapat melakukan tugasnya dengan baik. Kehandalan dalam
kaitannya disini adalah meliputi keterampilan profesional dan mempunyai mental
yang baik.
Menurut Soerjono Soekanto[5] bahwa masalah yang
berpengaruh terhadap efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat akan
tergantung pada hal berikut :
1. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh
peraturan-peraturan yang ada.
2. Sampai batas mana petugas diperkenankan memberikan
kebijaksanaan.
3. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh
petugas kepada masyarakat.
4. Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi
penugasan-penugasan yang diberikan kepada petugas sehingga memberikan
batas-batas yang tegas pada wewenangnya.
Pada elemen ketiga,
tersedianya fasilitas yang berwujud sarana dan prasarana bagi aparat pelaksana
di dalam melakukan tugasnya. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah
prasarana atau fasilitas yang digunakan sebagai alat untuk mencapai efektivitas
hukum. Sehubungan dengan sarana dan prasarana yang dikatakan dengan istilah
fasilitas ini, Soerjono Soekanto[6] memprediksi patokan
efektivitas elemen-elemen tertentu dari prasarana, dimana prasarana tersebut
harus secara jelas memang menjadi bagian yang memberikan kontribusi untuk
kelancaran tugas-tugas aparat di tempat atau lokasi kerjanya. Adapun
elemen-elemen tersebut adalah :
1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara
dengan baik.
2. Prasarana yang belum ada perlu diadakan dengan
memperhitungkan angka waktu pengadaannya.
3. Prasarana yang kurang perlu segera dilengkapi.
4. Prasarana yang rusak perlu segera diperbaiki.
5. Prasarana yang macet perlu segera dilancarkan
fungsinya.
6. Prasarana yang mengalami kemunduran fungsi perlu
ditingkatkan lagi fungsinya.
Kemudian ada beberapa
elemen pengukur efektivitas yang tergantung dari kondisi masyarakat, yaitu :
1. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi aturan
walaupun peraturan yang baik.
2. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan
walaupun peraturan sangat baik dan aparat sudah sangat berwibawa.
3. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan
baik, petugas atau aparat berwibawa serta fasilitas mencukupi.
Elemen tersebut di
atas memberikan pemahaman bahwa disiplin dan kepatuhan masyarakat tergantung
dari motivasi yang secara internal muncul. Internalisasi faktor ini ada pada
tiap individu yang menjadi elemen terkecil dari komunitas sosial. Oleh karena
itu pendekatan paling tepat dalam hubungan disiplin ini adalah melalui motivasi
yang ditanamkan secara individual. Dalam hal ini, derajat kepatuhan hukum
masyarakat menjadi salah satu parameter tentang efektif atau tidaknya hukum itu
diberlakukan sedangkan kepatuhan masyarakat tersebut dapat dimotivasi oleh
berbagai penyebab, baik yang ditimbulkan oleh kondisi internal maupun eksternal.
Kondisi internal
muncul karena ada dorongan tertentu baik yang bersifat positif maupun negatif.
Dorongan positif dapat muncul karena adanya rangsangan yang positif yang
menyebabkan seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu yang bersifat positif.
Sedangkan yang bersifat negatif dapat muncul karena adanya rangsangan yang
sifatnya negatif seperti perlakuan tidak adil dan sebagainya. Sedangkan
dorongan yang sifatnya eksternal karena adanya semacam tekanan dari luar yang
mengharuskan atau bersifat memaksa agar warga masyarakat tunduk kepada hukum.
Pada takaran umum, keharusan warga masyarakat untuk tunduk dan menaati hukum
disebabkan karena adanya sanksi atau punishment
yang menimbulkan rasa takut atau tidak nyaman sehingga lebih memilih taat hukum
daripada melakukan pelanggaran yang pada gilirannya dapat menyusahkan mereka.
Motivasi ini biasanya bersifat sementara atau hanya temporer.
Teori efektivitas
hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut relevan dengan teori yang
dikemukakan oleh Romli Atmasasmita[7] yaitu bahwa faktor-faktor
yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak pada sikap
mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan penasihat hukum) akan
tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering diabaikan.
Menurut Soerjono
Soekanto[8] efektif adalah taraf
sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan
efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai
sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi
perilaku hukum.
Sehubungan
dengan persoalan efektivitas hukum, pengidentikkan hukum tidak hanya dengan
unsur paksaan eksternal namun juga dengan proses pengadilan. Ancaman paksaan
pun merupakan unsur yang mutlak ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan
sebagai hukum, maka tentu saja unsur paksaan inipun erat kaitannya dengan
efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau aturan hukum. Jika suatu aturan
hukum tidak efektif, salah satu pertanyaan yang dapat muncul adalah apa yang terjadi
dengan ancaman paksaannya? Mungkin tidak efektifnya hukum karena ancaman
paksaannya kurang berat; mungkin juga karena ancaman paksaan itu tidak
terkomunikasi secara memadai pada warga masyarakat[9].
Membicarakan tentang
efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan
atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Hukum dapat efektif jikalau
faktor-faktor yang mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan
sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan
yang berlaku dapat dilihat dari perilaku masyarakat. Suatu hukum atau peraturan
perundang-undangan akan efektif apabila warga masyarakat berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan
tersebut mencapai tujuan yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau
peraturan perundang-undangan tersebut telah dicapai.
[1] http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/10/teori-efektivitas.html, diakses pada tanggal 6 Oktober 2012.
[2] Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1 (Jakarta: Kencana,
2010), 375.
[3] Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 8.
[4] Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum (Bandung: Bina Cipta,
1983), 80.
[7] Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia &
Penegakan Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2001), 55.
[8] Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi
(Bandung: CV. Ramadja Karya, 1988), 80.
[9] Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum (Jakarta: Yarsif
Watampone, 1998), 186.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar