Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga menyebutkan istilah malpraktik dengan malapraktik yang diartikan dengan:
Praktik kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi
undang-undang atau kode etik.
Sementara
itu kamus inggris-Indonesia cetakan ke
dua belas mengartikan malpractice atau
malpraktik sebagai:[1]
1.
Salah mengobati, cara
mengobati pasien yang salah;
2.
Tindakan yang salah
Black’s Law Dictionary
menyebutkan bahwa :
Malpraktik adalah setiap sikap/tindak yang salah, kurang keterampilan dalam ukuran yang
tidak wajar. Istilah ini umumnya digunakan terhadap sikap tindak dari para
dokter, pengacara, dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan
profesional dan melakukannya pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian
yang wajar oleh teman sejawat rata-rata dari profesinya di dalam masyarakat,
sehingga mengakibatkan luka, kehilangan, atau kerugian pada penerima layanan
yang mempercayai mereka, termasuk didalamnya adalah sikap-tindak profesi yang
salah, kurang keterampilan yang tidak wajar menyalahi kewajiban profesi atau
hukum, praktik yang sangat buruk, illegal, atau sikap tindak-amoral.
Veronika
dalam bukunya Hukum Etika Dalam Praktik Dokter memberikan defenisi mengenai
malpraktik sebagai berikut:[2]
Istilah malpraktik berasal dari malpractice yang pada hakikatnya adalah kesalahan dalam menjalankan
profesi yang timbul sebagai akibat adanbya kewajiban-kewajiban yang harus
dilakukan dokter.
Lanjut J. Guwandi menyebutkan bahwa:[3]
Malpraktik adalah istilah yang memiliki konotasi buruk,
bersifat stigmatis. Menyalahkan. Praktik buruk dari seseorang yang memegang
profesi dalam arti umum seperti dokter, ahli hukum akuntan, dokter gigi, dokter
hewan, dan sebagainya. Apabila ditujukan kepada profesi medis, maka akan
disebut sebagai malpraktik medik.
Sementara
itu malpraktik medik menurut Safitri Hariyani mengutip dari pendapat Vortsman
dan Hector Treub dan juga atas Rumusan Komisi Annsprakelijkheid dari KNMG (IDInya Belanda) adalah :[4]
Seorang dokter melakukan kesalahan profesi jika ia tidak
melakukan pemeriksaan, tidak mendiagnosis, tidak melakukan sesuatu, atau tidak
membiarkan sesuatu yang oleh dokter yang baik pada umumnya dan dengan situasi
kondisi yang sama, akan melakukan pemeriksaan dan diagnosis serta melakukan
atau membiarkan sesuatu tersebut.
Menurut M.Jusuf Hanafiah & Amri Amir, Malpraktik adalah:
kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang dimaksud kelalaian
disini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang
dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, tapi sebaliknya melakukan apa
yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi
tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran di
bawah standar pelayanan medis (standar profesi dan standar prosedur
operasional).[5]
Unsur-unsur malpraktek, yaitu:
1.
Adanya unsur
kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya;
2.
Adanya perbuatan yang
tidak sesuai dengan standar prosedur operasional;
3.
Adanya luka berat atau
mati, yang mengakibatkan pasien cacat atau meninggal dunia;
4.
Adanya hubungan kausal,
dimana luka berat yang dialami pasien merupakan akibat dari perbuatan dokter
yang tidak sesuai dengan standar pelayanan medis.
Contoh-contoh
malpraktik adalah ketika seorang dokter atau tenaga kesehatan:
a.
meninggalkan kain kasa
di dalam rahim pasien;
b.
melupakan keteter di
dalam perut pasien;
c.
menunda persalinan sehingga
janin meninggal di dalam kandungan ibunya;
d.
menjahit luka operasi
dengan asal-asalan sehingga pasien terkena infeksi berat;
e.
tidak mengikuti standar
profesi dan standar prosedur operasional.
Adapun
pemikiran tentang malpraktik itu sendiri antara lain dikemukakan oleh Kartono
Mohamad (Mantan ketua IDI):
para dokter jangan sok kuasa dan menganggap pasien cuma
perlu dicecoki obat. Pasien jangan lagi mau diam, seharusnya pasien
mempertanyakan resep, dosis dan jenis terapi kepada dokter dengan kritis. Cari
pendapat kedua dari dokter lain sebagai pembanding. Ini memang agak susah
karena sebagian masyarakat masih menilai posisi dokter begitu tinggi.
Untuk
menguji apakah yang dilakukan dokter dalam menjalankan profesinya itu merupakan
suatu malpraktiki atau bukan, Leenen menyebutkan lima kriteria, seperti yang dikutip oleh Fred Ameln, yaitu:[6]
1.
Berbuat secara
teliti/seksama (zorgvulding hendelen) dikaitkan
dengan kelalaian (culpa). Bila
seorang dokter bertindak onvoorzihteg,
tidak teliti, tidak berhati-hati maka ia memenuhi unsur-unsur kesalahan; bila
ia sangat tidak berhati-hati, ia memenuhi unsur Culpa Lata;
2.
Yang dilakukan dokter
sesuai ukuran ilmu medik (Volgens de medische standaard);
3.
Kemampuan rata-rata (average) dibanding kategori keahlian
medis yang sama (gemiddelde bewaamheid
van gelijke medische categorie);
4.
Dalam situasi dan
konsdisi yang sama (gelijke
omstandingheden);
5.
Sarana upaya (middelen) yang sebanding/proporsional
(asas proporsionalitas) dengan tujuan kongkret tindakan/perbuatan medis
tersebut ( tot het concreat
handelingsdoel).
Sungguh
tidak mudah menentukan tindakan dokter itu suatu malpraktik atau bukan. Dalam
hal ini sesuai dengan pendapat leenen, menurut Guwandi ada pertanyaan yang
harus dijawab:[7]
1.
Apakah dokter lain yang
setingkat dengannya tidak akan melakukan demikian?
2.
Apakah tindakan dokter itu
sedemikian rupa sehingga sebenarnya tidak akan dilakukan oleh teman sejawatnya
uang lain;
3.
Apakah tidak ada unsur
kesengajaan (opzet intentional);?
4.
Apakah tindakan itu
tidak dilarang oleh undang-undang?
5.
Apakah tindakan itu
dapat digolongkan pada suatu medical
error?
6.
Apakah terdapat unsur
kelalaian (negligence)?
7.
Apakah akibat yang
timbul itu berkaitan langsung dengan kelalaian dari pihak dokter?
8.
Apakah akibat itu tidak
bisa dihindarkan atau dibayangkan (foreseability)
?
9.
Apakah akibat itu bukan
suatu risiko yang melekat (inherent risk)
pada tindakan medik tersebut?
10.
Apakah dokter sudah
mengambil tindakan antisipasinya, misalnya jika timbul reaksi negatif karena
obat-obatan tertentu?
Adami chazawi menyebutkan bahwa malpraktik medik terjadi
jika dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau karena
kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik medik terhadap
pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur,
atau prinsip-prinsip kedokteran, atau dengan melanggar hukum tanpa wewenang,
dengan menimbulkan akibat kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, maupun mental
dan atau nyawa pasien dan oleh sebab itu membentuk pertanggungjawaban hukum
bagi dokter.[8]
Menurut munir Fuady, agar suatu tindakan dokter dapat
digolongkan sebagai tindakan malpraktik haruslah memenuhi elemen-elemen yuridis
sebagai berikut:[9]
1.
Adanya tindakan dalam
arti ”berbuat” atau ”tidak Berbuat” (pengabaian);
2.
Tindakan tersebut
dilakukan oleh dokter atau oleh orang di bawah pengawasannya (seperti oleh
perawat), bahkan juga oleh penyelia fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit,
klinik, apotek, dll;
3.
Tindakan tersebut berupa
tindakan medik, baik berupa tindakan diagnostik, terapi atau juga manajemen kesehatan;
4.
Tindakan tersebut
dilakukan terhadap pasiennya;
5.
Tindakan tersebut
dilakukan secara :
a.
Melanggar hukum dan
atau;
b.
Melanggar kepatutan, dan
atau;
c.
Melanggar kesusilaan,
dan atau
d.
Melanggar
prinsip-prinsip profesionalitas.
6.
Dilakukan dengan kesengajaan
atau ketidak hati-hatian (kelalaian/kecerobohan);
7.
Tindakan tersebut
mengakibatkan pasiennya mengalami:
a.
Salah tindak, dan atau;
b.
Rasa sakit, dan atau;
c.
Luka, dan atau;
d.
Cacat, dan atau;
e.
Kematian, dan atau;
f.
Kerusakan pada tubuh dan
atau jiwanya, dan atau;
g.
Kerugian lainnya
terhadap pasien;
[1]
Kamus Inggris Indonesia, John M, Echols dan Hasan Shadilym Cetakan Ke dua
belas.
[2]
Veronika Komalawati. Op.Cit. hal. 87.
[3] J.
Guwandi. Op.Cit. hal. 20.
[4]
Safitri Hariyani, Op.Cit. hal. 63.
[5] M.Jusuf
Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran
dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta, 1999, hal. 87.
[6]
Fred Ameln, 1991. Kapita Selekta Hukum
Kedokteran. Grafikatama Jaya. Jakarta. hal. 87.
[7] J.
Guwandi. 2006. Dugaan Malpraktik Medik
dan Draft RPP: perjanjian Terapuetik antara Dokter dan Pasien. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. hal. 14.
[8]
Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran Tinjauan Norma dan Dokrtrin Hukum. Bayu Media
Publishing. Malang, 2007. hal 5.
[9]
Munir Fuadi, 2005. Sumpah Hippocrates
(Aspek Hukum Malpraktik Dokter). PT. Citra Aditya Bakti. Jakarta. hal.2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar