BUKU KESATU ATURAN UMUM
BAB I
BATAS-BATAS
BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 1
(1)
Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada
(2)
Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan
sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang
paling menguntungkannya.
Pasal 2
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan dangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Pasal 3
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar
wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat
udara Indonesia.
Pasal 4
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
di luar Indonesia:
1.
salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104,
106, 107,108,dan 131
2.
suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas
yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang
dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
3.
pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas
tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah
Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang
mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai
pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang
palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
4.
salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal
438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang
penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j
tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n,
dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Pasal 5
(1)
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
diterspksn bsgi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:
1.
salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II
Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
2.
salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan,
sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam
dengan pidana.
(2)
Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir
2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.
Pasal 6
Berlakunya pasal 5
ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati,
jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya
tidak diancamkan pidana mati.
Pasal 7
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar
Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab
XXVIII Buku Kedu
Pasal 8
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu
Indonesia, yang diluar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah
satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan BAb IX Buku
ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas
kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.
Pasal
9
Diterapkannya pasal-pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-
pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional.
BAB II PIDANA
Pasal 10
Pidana terdirl
atas:
a.
pidana pokok:
1.
pidana mati;
2.
pidana penjara;
3.
pidanakurungan;
4.
pidanadenda;
5.
pidana tutupan.
b.
pidana tambahan
1.
pencabutan hak-hak
tertentu;
2. perampasan
barang-barang tertentu;
3.
pengumuman putusan
hakim.
Pasal 11
Pidana mati
dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat
di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat
terpidana berdiri.
Pasal 12
(1)
Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
(2)
Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek
satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
(3)
Pidana penjara selama waktu tertentu boleh
dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang
pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan
pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup
dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima
belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan
atau karena ditentukan pasal 52.
(4)
Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali
tidak boleh melebihi dua puluh tahun.
Pasal 13
Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa
golongan
Pasal 14
Terpidana yang dijatuhkan pidana penjara wajib menjalankan segala
pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29.
Pasal 14a
(1)
Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu
tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam
putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani,
kecuali jika dikemudianhari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan
karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang
ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana
selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain
dalam perintah itu.
(2)
Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas,
kecuali dalam perkara-perkara yang
mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda,
tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin
diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana. Dalam menerapkan ayat ini,
kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai
penghasilan negara,
jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal
dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
(3)
Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah
mengenai pidana pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4)
Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah
menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang
cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan
tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
(5)
Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai
hal-hal atau keadaan- keadaan yang menjadi alasan perintah itu.
Pasal 14b
(1)
Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam
pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan
536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.
(2)
Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah
menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang
ditentukan dalam undang-undang.
(3)
Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana
ditahan secara sah.
Pasal 14c
(1)
Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali
jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana
tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa
terpidana tindak pidana , hakim dapat menerapkan syarat khusus bahwa terpidana
dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobaannya, harus
mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.
(2)
Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari
tiga bulan atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran berdasarkan
pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh diterapkan syarat-syarat
khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa
percobaan atau selama sebagian dari masa percobaan.
(3)
Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh
mengurangi kemerdekaan beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana.
Pasal 14d
(1)
Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat
dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika
kemidian ada perintah untuk menjalankan putusan.
(2)
Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh
mewajibkan lembaga yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Indonesia,
atau kepada pemimpin suatu rumah penampungan yang berkedudukan di situ, atau
kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan atau bantuan kepada
terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus.
(3)
Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan
bantuan tadi serta mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan
yang dapat diserahi dengan bantuan itu, diatur dengan undang-undang.
Pasal 14e
Atas usul pejabat
dalam pasal ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutus perkara
dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat
khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada
orang yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan
juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separuh
dari waktu yang paling lama dapat diterapkan untuk masa percobaan.
Pasal 14f
(1)
Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka ats
usul pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam
tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau
memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana, yaitu jika
terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan karenanya ada
pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah
satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa
percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena melakukan tindak
pidana selama masa percobaan mulai berlaku. Ketika memberi peringatan, hakim
harus menentukan juga cara bagaimana memberika peringatan itu.
(2)
Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana
dijalankan tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan
habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam masa
percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanan yang memnjadi
tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap,
hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan
tindak pidana tadi.
Pasal 15
(1)
Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya
pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan
bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus
menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
(2)
Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan
pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
selama masa percobaan.
(3)
Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu
pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada
dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.
Pasal 15a
(1)
Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum
bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang
tidak baik.]
(2)
Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat
khusus mengenai kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan
beragama dan kemerdekaan berpolitik.
(3)
Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat
dipenuhi ialah pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1.
(4)
Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan
pengawasan khusus yang semata-mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.
(5)
Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah
atau di hapus atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat
diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan kepada orang
lain daripada orang yang semula diserahi.
(6)
Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat
pas yang memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang
tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.
Pasal 15b
(1)
Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama
masa percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat
dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri
Kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.
(2)
Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai
menjalani pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.
(3)
Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis,
pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga
bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa
percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap.
Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan bersyarat masih
dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan
pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidana selama masa percobaan.
Pasal 16
(1)
Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh
Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat
terpidana, dan
setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum
menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri Kehakiman.
(2)
Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga
hal-hal yang tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman
atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum
memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat.
(3)
Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas
perintah jaksa tempat dimana dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang
yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika ada
sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan telah berbuat
hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus
segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri Kehakiman.
(4)
Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika
penahanan disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan
pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani pidananya
mulai dari tahanan.
Pasal
17
Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16
diatur dengan undang-undang.
Pasal 18
(1)
Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling
lama satu tahun.
(2)
Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan
atau pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah
menjadi satu tahun empat bulan.
(3)
Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari
satu tahun empat bulan.
Pasal 19
(1)
Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib
menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan
pelaksanaan pasal 29.
(2)
Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada
orang yang dijatuhi pidana penjara.
Pasal 20
(1)
Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana
kurungan paling lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan
terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.
(2)
Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat
kebebasan itu tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk
menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya,
maka ia harus
menjalani pidananya
seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya itu bukan karena kehendak sendiri.
(3)
Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada
terpidana karena terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada
dua tahun sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.
Pasal 21
Pidana kurungan
harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana berdiam ketika putusan hakim
dijalankan, atau jika tidak punya tempat kediaman, di dalam daerah dimana ia
berada, kecuali kalau Menteri Kehakiman atas permintaannya terpidana
membolehkan menjalani pidananya di daerah lain.
Pasal 22
(1)
Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di suatu tempat yang digunakan untuk menjalani pidana penjara, atau
pidana kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana habis hilang
kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di tempat itu juga.
(2)
Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di
tempat yang khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh
karena itu.
Pasal 23
Orang yang dijatuhi
pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya
menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 24
Orang yang dijatuhi
pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja di dalam atau di
luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal
25
Yang tidak boleh
diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut ialah :
1.
Orang-orang yang di jatuhi pidana penjara seumur hidup;
2.
Para wanita;
3.
Orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak
boleh menjalankan pekerjaan demikian.
Pasal 26
Jikalau mengingat
keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka dalam
putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar
tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 27
Lamanya pidana penjara
untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan hakim dinyatakan dengan
hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan pecahan.
Pasal
28
Pidana penjara dan
pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat asal saja terpisah.
Pasal 29
(1)
Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara,
pidana kurungan, atau kedua-duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus
tempat- tempat itu, hal membedakan orang terpidana dalam golongan-golongan, hal
mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal
tempat untuk tidur, hal makanan, dan pakaian, semuanya itu diatur dengan
undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang sesuai dengan kitab
undang-undang ini.
(2)
Jika perlu, Menteri Kehakiman menetepkan aturan
rumah tangga untuk tempat-tempat orang terpidana.
Pasal 30
(1)
Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh
lima sen.
(2)
Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan
pidana kurungan.
(3)
Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit
satu hari dan paling lama enam bulan.
(4)
Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan
pengganti ditetapkan demikian; jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua
sen atau kurungan, di hitung satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh
sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen di hitung paling banyak satu hari
demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
(5)
Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena
perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana
kurungan pengganti paling lama delapan bulan.
(6)
Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh
lebih dari delapan bulan.
Pasal 31
(1)
Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti
tanpa menunggu batas waktu pembayaran denda.
(2)
Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dari pidana
kurungan pengganti dengan membayar dendanya.
(3)
Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum
maupun sesudah mulai menjalani pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang
dibayarnya.
Pasal 32
(1)
Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku
bagi terpidana yang sudah di dalam tahanan sementara, pada hari ketika putusan
hakim menjadi tetap, dan bagi terpidana lainnya pada hari ketika putusan hakim
mulai dijalankan.
(2)
jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara
dan pidana kurungan atas beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu
bagi kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu yang sama, sedangkan terpidana
sudah ada dalam tahanan sementara karena kedua atau salah satu perbuatan pidana
itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat ketika putusan hakim menjadi
tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah pidana penjara habis.
Pasal 33
(1)
Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu
terpidana ada dalam tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya
atau sebagian di potong dari pidana penjara selama waktu tertentu dari pidana
kurungan atau dari pidana denda yang dijatuhkan kepadanya; dalam hal pidana
denda dengan memakai ukuran menurut pasal 31 ayat 3.
(2)
Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan
sementara yang tidak berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya,
kecuali jika pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakim.
(3)
Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam hal terdakwa
oleh sebab dituntut bareng karena melakukan beberapa tindak pidana, kemudian
dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya waktu ditahan sementara.
Pasal 33a
Jika orang yang
ditahan sementara di jatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, dan kemudian
dia sendiri atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan permohonan ampun,
waktu mulai permohonan diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung
sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan
perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung
sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 34
Jika terpidana
selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar tempat
menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 35
(1) Hak-hak terpidana
yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam
kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah :
1.
hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2.
hak memasuki Angkatan Bersenjata;
3.
hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang
diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
4.
hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas
penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu
pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan
kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;
6.
hak menjalankan mata pencarian tertentu.
(2) Hakim tidak
berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan
khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.
Pasal 36
Hak memegang jabatan
pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak memasuki Angkatan Bersenjata,
kecuali dalam hal yang diterangkan dalam Buku Kedua, dapat di cabut dalam hal
pemidanaan karena kejahatan jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban
khusus sesuatu jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana
yang diberikan pada terpidana karena jabatannya.
Pasal 37
(1) Kekuasaan bapak,
kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas, baik atas anak
sendiri maupun atas orang lain, dapat dicabut dalam hal pemidanaan:
1.
orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan
kejahatan bersama- sama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya;
2.
orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa
yang ada di bawah kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang tersebut dalam bab
XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua.
(2) Pencabutan tersebut
dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim pidana terhadap orang-orang yang
baginya diterapkan undang-undang hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan
orang tua, kekuasaan wali dan kekuasaan pengampu.
Pasal 38
(1) Jika dilakukan
pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut:
1. dalam hal pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur hidup;
2. dalam hal pidana
penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling
sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya;
3. dalam hal pidana
denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun.
(2) Pencabutan hak mulai
berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan.
Pasal 39
(1) Barang-barang
kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja
dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat
dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan
karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran,
dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan
dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat
dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah,
tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
Pasal 40
Jika seorang di
bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau mengangkut barang-barang
denga melanggar aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian
Indonesia yang tertentu, atau aturan- aturan mengenai larangan memasukkan,
mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat
menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang
bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya
tanpa pidana apapun.
Pasal 41
(1) Perampasan atas
barang-barang yang disita sebelumya, diganti menjadi pidana kurungan, apabila
barang-barang itu tidak diserahkan, atau harganya menurut taksiran dalam putusan
hakim, tidak di bayar.
(2) Pidana kurungan
pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
(3) Lamanya pidana
kurungan pengganti ini dalam putusan hakim ditentukan sebagai berikut : tujuh
rupiah lima puluh sen atau kurang di hitung satu hari; jika lebih dari tujuh
rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling
banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima
puluh sen.
(4) Pasal 31 diterapkan
bagi pidana kurungan pengganti ini.
(5) Jika barang-barang
yang dirampas diserahkan, pidana kurungan pengganti ini juga di hapus.
Pasal 42
Segala biaya untuk
pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan segala pendapatan
dari pidana denda dan perampasan menjadi milik negara.
Pasal 43
Apabila hakim
memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau
aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara
melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.
BAB III
HAL-HAL
YANG MENGHAPUSKAN, MENGURANGI ATAU MEMBERATKAN MEMBERATKAN PIDANA
Pasal 44
(1) Barang siapa
melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya
cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata
perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan
jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan
supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai
waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat
2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Pasal 45
Dalam hal penuntutan
pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan
sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan:
memerintahkan supaya
yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya,
tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada
pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah
satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505,
514, 517 - 519, 526, 531, 532,
536, dan 540 serta
belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau
salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap;
atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Pasal 46
(1) Jika hakim
memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia
dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dari
pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada
seorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan
hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk
menyelenggarakan pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan
pemerintah, dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang
yang bersalah itu mencapai umur delapan belas
tahun.
(2) Aturan untuk
melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang- undang.
Pasal 47
(1) Jika hakim
menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya
dikurangi sepertiga.
(2) Jika perbuatan itu
merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan
dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat diterapkan.
Pasal 48
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa (overmacht),
tidak dipidana.
Pasal 49
(1) Tidak dipidana,
barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun
untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang
lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu
yang melawan hukum.
(2) Pembelaan terpaksa
yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat
karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Pasal 50
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-
undang, tidak dipidana.
Pasal 51
(1) Barang siapa
melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jabatan
tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang
diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang
dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan
pekerjaannya.
Pasal 52
Bilamana seorang
pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari
jabatannya , atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan,
kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya
dapat ditambah sepertiga.
Pasal 52a
Bilamana pada waktu
melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia, pidana
untuk kejahatan tersebut ditambah sepertiga.
BAB IV PERCOBAAN
Pasal 53
(1)
Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat
untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak
selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2)
Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal
percobaan dikurangi sepertiga.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
BAB V
PENYERTAAN
DALAM TINDAK PIDANA
Pasal 55
(1) Dipidana sebagai
pelaku tindak pidana:
1.
mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan
yang turut serta melakukan perbuatan;
2.
mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur,
hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal
56
Dipidana sebagai
pembantu kejahatan:
1.
mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu
kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja
memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
Pasal 57
(1) Dalam hal
pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
(2) Jika kejahatan
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi
pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4) Dalam menentukan
pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja
dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 58
Dalam menggunakan
aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang menghapuskan,
mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap
pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu
sendiri.
Pasal 59
Dalam hal-hal di
mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota
badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus
atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak
dipidana.
Pasal 60
Membantu melakukan
pelangaran tidak dipidana.
Pasal 61
(1) Mengenai kejahatan
yang dilakukan dengan percetakan, penertiban selaku demikian tidak dituntut
apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan
pembuatnya dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama
kali lalu diberitahukan kepada penerbit.
(2) Aturan ini tidak
berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut atau
sudah menetap di luar Indonesia.
Pasal 62
(1) Mengenai kejahatan
yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku demikian tidak dituntut
apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan
orang yang menyuruh mencetak dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada
waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan oleh pencetak.
(2) Aturan ini tidak
berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat barang cetakkan terbit,
tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia.
BAB VI PERBARENGAN TINDAK PIDANA
Pasal 63
(1) Jika suatu perbuatan
masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu
di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan
masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang
khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Pasal 64
(1) Jika antara beberapa
perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada
hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang
diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Demikian pula hanya
dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah melakukan
pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau
yang dirusak itu.
(3) Akan tetapi, jika
orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 364, 373,
379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang
ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia
dikenakan aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.
Pasal 65
(1) Dalam hal
perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang
berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan
pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang
dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu,
tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang trerberat ditambah sepertiga.
Pasal 66
(1) Dalam hal
perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai
perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan,
yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis
, maka dijatuhkan
pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum
pidana yang terberat ditambah sepertiga.
(2) Pidana denda adalah
hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana
kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Pasal 67
Jika orang dijatuhi
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh
dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman
putusan hakim.
Pasal 68
(1) Berdasarkan hal-hal
dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan berlaku aturan sebagai berikut:
1.
pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan
satu, yang lamanya paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun
melebihi pidana pokok atau pidana-pidana pokok yang dijatuhkan. Jika pidana
pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling sedikit dua
tahun dan paling lama lima tahun;
2.
pidana-pidana pencabutan hak yang berlainan
dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi;
3.
pidana-pidana perampasan barang-barang tertentu,
begitu pula halnya dengan pidana kurungan pengganti karena barang-barang tidak
diserahkan, dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa
dikurangi.
(2) pidana
kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi delapan bulan.
Pasal
69
(1) Perbandingan
beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan dalam
pasal 10.
(2) Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya terberatlah yang dipakai.
(3) Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
Pasal 70
(1)
Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam
pasal 65 dan 66, baik perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun
pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan
pidana sendiri- sendiri tanpa dikurangi.
(2)
Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan
dan pidana kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan
jumlah lamanya pidana kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan.
Pasal
70 bis
Ketika menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan
berdasarkan
pasal-pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373,379, dan 482 dianggap sebagai
pelanggaran, dengan pengertian jika dijatuhkan pidana-pidana penjara atas
kejahatan-kejahatan itu, jumlah paling banyak delapan bulan.
Pasal 71
Jika seseorang telah
dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan kejahatan
atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu
diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan
aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara- perkara diadili pada saat
yang sama.
Pasal 72
(1) Selama orang yang
terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dan orang itu
umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum dewasa, atau selama ia
berada di bawah pengampuan yang disebabkan oleh ha1 lain daripada keborosan,
maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak mengadu;
(2) Jika tidak ada
wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan dilakukan
atas pengaduan wali pengawas atau pengampu pengawas, atau majelis yang menjadi
wali pengawas atau pengampu pengawas; juga mungkin atas pengaduan istrinya atau
seorang keluarga sedarah dalam garis lurus, atau jika itu tidak ada, atas
pengaduan seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga.
Pasal 73
Jika yang terkena
kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal berikut
maka tanpa memperpanjang tenggang itu, penuntutan dilakukan atas pengaduan
orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau
ternyata bahwa yang meninggal tidak menghendaki penuntutan.
Pasal 74
(1)
Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam
bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika
bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat
tinggal di luar Indonesia.
(2)
Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat
tenggang waktu tersebut dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu,
pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang pada
tenggang waktu tersebut.
Pasal 75
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu
tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
BAB VIII
HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN
PIDANA
Pasal 76
(1) Kecuali dalam hal
putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali
karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili
dengan putusan yang menjadi tetap.
Dalam artian hakim
Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat
yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut.
(2) Jika putusan yang
menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena
tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
1. putusan berupa
pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum;
2. putusan berupa
pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang
untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.
Pasal 77
Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.
Pasal 78
(1) Kewenangan menuntut
pidana hapus karena daluwarsa:
1. mengenai semua
pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
2.
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda,
pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam
tahun;
3.
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
4.
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada
saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing
tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Pasal 79
Tenggang daluwarsa
mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal
berikut:
1.
mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang,
tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang
yang dirusak digunakan:
2.
mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330,
dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh
kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia;
3.
mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan
pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat
pelanggaran-pelanggaran itu, menurut
aturan-aturan umum yang
menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke
kantor panitera suatu pengadilan , dipindah ke kantor tersebut.
Pasal 80
(1)
Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa
, asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah
diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum.
(2)
Sesudah dihentikan, dimulai tanggang daluwarsa baru.
Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-
yudisial, menunda daluwarsa.
Pasal 82
(1)
Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan
pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda
dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas
kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum , dan dalam waktu
yang ditetapkan olehnya.
(2)
Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan,
maka barang yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus
dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat 1.
(3)
Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan,
pemberatan itu tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap
pelanggaran yang dilakukan lebih dahulu telah hapus berdasarkan ayat 1 dan ayat
2 pasal ini.
(4)
Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku
bagi orang yang belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur
enam belas tahun.
Pasal 83
Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia.
Pasal 84
(1)
Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.
(2)
Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran
lamanya dua tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya
lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan
tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga.
(3)
Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh
kurang dari lamanya pidana yang dijatuhkan.
(4)
Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.
Pasal 85
(1)
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esak harinya
setelah putusan hakim dapat dijalankan.
(2)
Jika seorang terpidana melarikan diri selama
menjalani pidana, maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai
berlaku tenggang daluwarsa baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka
pada esok harinya setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru.
(3)
Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana
ditunda menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana
dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung dengan
pemidanaan lain.
Bab IX
ARTI
BEBERAPA ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG
Pasal 86
Apabila disebut
kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu
kejahatan tertentu, maka di situ termasuk pembantuan dan percobaan melakukan
kejahatan, kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan.
Pasal 87
Dikatakan ada makar
untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari
adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.
Pasal
88
Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah
sepakat akan melakukan kejahatan.
Pasal
88 bis
Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah
secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal
89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan.
Pasal 90
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau
mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang
menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus-menerus
untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
- kehilangan salah
satu pancaindera;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya
pikir selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya
kandungan seorang perempuan.
Pasal 91
(1)
Dalam kekuasaan bapak dicakup pula kekuasaan kepala keluarga.
(2)
Dengan orang tua, dimaksud pula kepala keluarga.
(3)
Dengan bapak, dimaksud pula orang yang menjalankan
kekuasaan yang sama dengan bapak.
(4)
Dengan anak, dimaksud pula orang yang ada di bawah
kekuasaan yang sama dengan kekuasaan bapak.
Pasal 92
(1)
Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-orang yang
dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu
juga orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk
undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk
oleh pemerintah atau atas nama pemerintah; begitu juga semua anggota dewan
subak, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing,
yang menjalankan kekuasaan yang sah.
(2)
Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga hakim
wasit; yang disebut hakim termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan
administratif, serta ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama.
(3)
Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat.
Pasal
92 bis
Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan
perusahaan.
Pasal 93
(1)
Yang disebut nakoda ialah orang yang memegang
kekuasaan di kapal atau yang mewakilinya.
(2)
Yang disebut penumpang ialah semua orang yang ada di
kapal, kecuali nakoda.
(3)
Yang disebut anak buah kapal ialah semua perwira
atau kelasi yang ada di dalam kapal.
Pasal 94
Pasal ini
ditiadakan berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 11.
Pasal 95
Yang disebut kapal
Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin
sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan
pas kapal di Indonesia.
Pasal 95a
(1)
Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah
pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia.
(2)
Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat
udara asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan
penerbangan Indonesia.
Pasal 95b
Yang dimaksud
dengan dalam penerbanagan adalah sejak saat pintu luar pesawat udara ditutup
setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan
penumpang (diembarkasi).
Dalam hal terjadi
pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa
yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang
ada di dalamnya.
Pasal 95c
Yang diamksud
dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat udara disiapkan oleh awak
darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam
lewat sesudah setiapendaratan.
Pasal 96
(1)
Yang disebut musuh termasuk juga pemberontak. Begitu
juga termasuk di situ negara atau kekuasaan yang akan menjadi lawan perang.
(2)
Yang disebut perang termasuk juga permusuhan dengan
daerah-daerah swapraja, begitu juga perang saudara.
(3)
Yang disebut masa perang termasuk juga waktu selama
perang sedang mengancam. Begitu juga dikatakan masih ada masa perang, segera
sesudah diperintahkan mobilisasi Angkatan Perang dan selama mobilisasi itu berlaku.
Pasal
97
Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang disebut
bulan adalah waktu selama tiga puluh hari.
Pasal 98
Yang disebut waktu
malam yaitu waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit.
Pasal 99
Yang disebut
memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada, tetapi bukan
untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja
digali; begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai
batas penutup.
Pasal 100
Yang disebut anak
kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka
kunci.
Pasal 101
Yang disebut ternak
yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi.
Pasal 101 bis
(1)
Yang dimaksud bangunan listrik yaitu
bangunan-bangunan yang gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau
menyerahkan tenaga listrik; begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu,
yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat pendukung,
dan alat-alat peringatan.
(2)
Dengan bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak
dimaksudkan bangunan listrik.
Pasal 102
Ditiadakan dengan
Staatsblad 1920 No. 382
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan
dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan- perbuatan
yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali
jika oleh undang-undang ditentukan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar