Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Sabtu, 04 April 2015

Peradilan Tata Usaha Negara


1.    Ruang Lingkup PTUN
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) disebut juga pengadilan administrasi negara. PTUN lahir dan mulai bekerja melayani masyarakat pencari keadilan sejak 14 Januari Tahun 1991. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah pengadilan yang termuda di antara 4 (empat) lingkungan peradilan (Pengadilan Negeri; Pengadilan Militer; Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara). Indonesia sebagai negara hukum sudah lama mencita-citakan untuk membentuk pengadilan administrasi negara atau Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sebagai suatu pengadilan khusus (lihat Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009), kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dibatasi hanya memeriksa, memutus dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Pasal 1 ayat (10) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disebutkan:
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembagian kompetensi antara empat lingkungan peradilan, menurut Philipus M. Hadjon berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah digariskan oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 (sekarang Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009) tentang Kekuasaan Kehakiman.[1]
Prinsip-prinsip pembagian kompetensi tersebut dijabarkan secara jelas dalam undang-undang yang mengatur empat lingkungan peradilan. Kompetensi Badan Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 4 berbunyi:
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

Pasal 5 ayat (1) berbunyi:
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh:
a.  Pengadilan Tata Usaha Negara,
b.  Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Pasal 47 berbunyi:
Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara bersifat membela kepentingan umum, kepentingan Negara, atau kepentingan pemerintahan. Dengan adanya Peradilan Tata Usaha Negara, makin lama makin aktif bekerja, maka sudah banyak ketimpangan dalam administratif yang digugat oleh warga masyarakat dan mendapat tindakan korektif sebagaimana diharapkan.[2] Beberapa asas-asas hukum administrasi yang menjadi karakteristik hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara di antaranya sebagai berikut:
a.    Asas Praduga Rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid, praesumptio iustae causa).

b.    Asas Pembuktian Bebas;
c.    Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis);
d.    Asas Putusan Peradilan mempunyai kekuatan mengikat Erga Omnes.
Dengan berlandaskan pada fungsi asas-asas hukum tersebut, terhadap asas-asas hukum administrasi yang merupakan tempat bertumpunya norma-norma hukum administrasi, dapatlah dikatakan bahwa:
a.    Asas-asas hukum administrasi akan memberikan arah dalam “positiveringsarbeid” oleh pembentukan undang-undang (wetgever) maupun organ pemerintahan (bestuursorganen).
b.    Asas hukum administrasi akan memberikan pedoman bagi “administrastrative rechter” dalam melakukan interprestasi hukum guna menjamin ketepatan menentukan putusan hakim.
c.    Asas hukum administrasi memberikan tuntutan pada warga masyarakat khususnya akademisi hukum administrasi melalui pemikiran-pemikiran dan pembuatan peraturan perundang-undangan maupun hakim administrasi dalam melakukan koreksi terhadap peraturan perundang-undangan.
Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) adalah untuk mengembangkan dan memelihara administrasi negara yang tepat menurut hukum (rechtmatig).[3] Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum, baik bagi masyarakat maupun bagi administrasi negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan masyarakat dengan kepentingan individu. Untuk administrasi negara akan terjaga ketertiban, ketenteraman dan keamanan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, demi mewujudkannya pemerintahan yang bersih dan beribawa dalam kaitan Negara berdasarkan Pancasila khususnya di peradilan.[4]


2.    Kewenangan PTUN Dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu
Dengan  asas  langsung,  rakyat  sebagai  Pemilih  mempunyai  hak  untuk memberikan  suaranya  secara  langsung  sesuai  dengan  kehendak  hati nuraninya,  tanpa  perantara.  Pemilihan  yang  bersifat  umum  mengandung makna  menjamin  kesempatan  yang  berlaku  menyeluruh  bagi  semua  warga negara,  tanpa  diskriminasi  berdasarkan  suku,  agama,  ras,  golongan,  jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. Setiap warga negara yang berhak  memilih  bebas  menentukan  pilihannya  tanpa  tekanan  dan  paksaan dari siapa pun.
Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani. Dalam memberikan suaranya, Pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak  akan  diketahui  oleh  pihak  mana  pun.  Pemilih  memberikan  suaranya pada  surat  suara  dengan  tidak  dapat  diketahui  oleh  orang  lain.  Dalam penyelenggaraan  Pemilu,  penyelenggara  Pemilu,  aparat  pemerintah, Peserta  Pemilu,  pengawas Pemilu,  pemantau  Pemilu,  Pemilih,  serta  semua pihak  yang  terkait  harus  bersikap  dan  bertindak  jujur  sesuai  dengan ketentuan  peraturan  perundang-undangan.  Setiap  Pemilih  dan  Peserta Pemilu  mendapat  perlakuan  yang  sama,  serta  bebas  dari  kecurangan  pihak mana pun.
Untuk dapat menjamin terwujudnya penyelenggaraan Pemilu sebagai pesta demokrasi masyarakat Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengatur terkait dengan penyelesaian sengketa tata usaha Negara Pemilu. Kewenangan PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu secara khusus di atur Bagian Kelima Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu.
Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang  timbul  dalam  bidang  tata  usaha  negara  Pemilu  antara  calon  anggota  DPR,  DPD,  DPRD  provinsi,  DPRD  kabupaten/kota,  atau  partai  politik  calon  Peserta  Pemilu  dengan  KPU,  KPU  Provinsi,  dan  KPU  Kabupaten/Kota sebagai  akibat  dikeluarkannya  keputusan  KPU,  KPU  Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.  Sengketa  tata  usaha  negara  Pemilu  merupakan  sengketa  yang timbul antara:
a.    KPU  dan  Partai  Politik  calon  Peserta  Pemilu  yang  tidak  lolos  verifikasi  sebagai  akibat  dikeluarkannya  Keputusan  KPU  tentang  penetapan  Partai  Politik  Peserta  Pemilu 
b.    KPU,  KPU Provinsi, dan  KPU Kabupaten/Kota  dengan  calon  anggota  DPR,  DPD,  DPRD  provinsi,  dan  DPRD  kabupaten/kota  yang  dicoret  dari  daftar  calon  tetap  sebagai  akibat  dikeluarkannya  Keputusan  KPU  tentang  penetapan  daftar  calon  tetap.
Pengajuan  gugatan  atas  sengketa  tata  usaha  negara  Pemilu   ke  pengadilan  tinggi  tata  usaha  negara  dilakukan  setelah  seluruh  upaya  administratif  di  Bawaslu   telah digunakan.  Pengajuan  gugatan  atas  sengketa  tata  usaha  negara  Pemilu  dilakukan  paling  lama  3  (tiga)  hari  kerja  setelah  dikeluarkannya  Keputusan Bawaslu.  Dalam  hal  pengajuan  gugatan   kurang  lengkap,  penggugat  dapat  memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga)  hari  kerja  sejak  diterimanya  gugatan  oleh  pengadilan  tinggi tata usaha negara. Apabila dalam jangka waktu tersebut,  penggugat  belum  menyempurnakan  gugatan, hakim  memberikan  putusan  bahwa  gugatan  tidak  dapat diterima. Terhadap  putusan  ini  tidak dapat dilakukan upaya hukum.[5]
Pengadilan  tinggi  tata  usaha  negara  memeriksa  dan  memutus  gugatan  paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan  dinyatakan lengkap. Terhadap  putusan  pengadilan  tinggi  tata  usaha  negara hanya  dapat dilakukan  permohonan  kasasi  ke  Mahkamah  Agung  Republik Indonesia.  Permohonan  kasasi  diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan  pengadilan  tinggi  tata  usaha  Negara. Mahkamah  Agung  Republik  Indonesia  wajib  memberikan putusan atas permohonan kasasi   paling  lama  30  (tiga  puluh)  hari  kerja  sejak permohonan kasasi diterima. Putusan  Mahkamah  Agung  Republik  Indonesia bersifat  terakhir  dan  mengikat  serta  tidak  dapat  dilakukan  upaya  hukum lain. KPU  wajib  menindaklanjuti  putusan  pengadilan  tinggi  tata  usaha  negara   atau  putusan  Mahkamah  Agung  Republik  Indonesia tersebut paling  lama 7 (tujuh) hari kerja.
Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa tata  usaha  negara  Pemilu  dibentuk  majelis  khusus  yang  terdiri  dari  hakim  khusus  yang  merupakan  hakim  karier  di  lingkungan  pengadilan  tinggi  tata  usaha  negara  dan  Mahkamah Agung Republik Indonesia.  Hakim  khusus  tersebut ditetapkan  berdasarkan  Keputusan  Ketua  Mahkamah Agung Republik Indonesia. Hakim  khusus  adalah hakim yang telah melaksanakan tugasnya sebagai hakim  minimal  3  (tiga)  tahun,  kecuali  apabila  dalam suatu  pengadilan  tidak  terdapat  hakim  yang  masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.  Hakim  khusus  selama  menangani  sengketa  tata  usaha  negara  Pemilu dibebaskan  dari  tugasnya  untuk  memeriksa,  mengadili, dan memutus perkara lain. Hakim  khusus  harus menguasai pengetahuan tentang Pemilu.[6]



[1] Philippus M. Hadjon. Op.Cit. Hal. 116.
[2] Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981. Hal. 144.
[3] Ibid. Hal. 74.
[4] Sjachran Basah, Menelaah Liku-liku Rancangan Undang-undang No. -Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Alumni, Bandung, 1992. Hal. 154.
[5] Pasal 269 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
[6] Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.

2 komentar:

  1. Mau tanya, apa ya dasar pemikiran PTUN menangani sengketa PHPU?

    Terimakasih

    BalasHapus
  2. Borgata Hotel Casino & Spa Map & Floor Plans - Mapyro
    Compare room types at Borgata 의정부 출장샵 Hotel Casino & Spa in Atlantic City. View floor plans, photos, amenities and features 화성 출장안마 of 춘천 출장샵 Borgata 경산 출장샵 Hotel Casino & Spa. 제주 출장마사지

    BalasHapus

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter