Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Rabu, 15 Februari 2012

Makalah Hukum Internasional : Ruang Lingkup Jus Cogen (Pendapat Para Ahli)



2.1.1. Jus cogen
Prinsip Jus Cogens dalam hukum internasional adalah serangkaian prinsip/norma hukum internasional yang berlakunya tidak dapat diubah dan tidak boleh diabaikan, dan karenanya dapat berlaku untuk membatalkan suatu perjanjian antar Negara-negara dalam hal perjanjian itu tidak sesuai dengan salah satu prinsip/norma tersebut. Dalam Pasal 64 Konvensi Wina tentang hukum perjanjian internasional ditentukan  bahwa, Jus cogens merupakan salah satu dari kebiasaan Hukum Internasional[1].
Prinsip jus cogens oleh para pakar disebut sebagai kaidah yang membatasi kehendak negara, seperti yang dikatakan oleh Rozakis :[2].
...Walaupun negara-negara memiliki kebebasan untuk membentuk hukum, bebas untuk mengatur tingkah laku mereka sendiri, kebebasan itu ada batasnya, terdapat kaidah hukum yang membatasi kehendak negara, Kaidah hukum yang mengancam dengan invaliditas setiap persetujuan-persetujuan yang dibuat oleh negara-negara yang bertentangan dengannya. kaidah hukum ini disebut dengan Jus cogens.[3]
           
Pada awalnya tujuan Konvensi Wina 1969 mengadakan suatu kodifikasi dari semua masalah-masalah hukum yang dapat timbul dari diadakannya suatu perjanjian internasional antar negara telah menghabiskan waktu yang cukup . internasional Law Commission ( ILC) sebagai suatu badan yang ditunjuk oleh PBB untuk menyelenggarakan tugas pengkodifikasian hukum perjanjian telah mendapat bantuan dari pada para ahli hukum terkenal yang ditugaskan sebagai special reporter dalam penyusunan draft naska perjanjian. Namun ternyata isi dari beberapa ketentuan konvensi masi menimbulkan pengertian yang samar-samar seperti misalnya beberapa ketentuan bagian V, khususnya tentang pengertian Jus Cogens. Namun beberapa prinsip atau asas sebagai suatu dasar permulaan bagi terwujudnya pembentukan suatu perjanjian agar para pihak terikat olehnya telah diletakkan oleh konvensi , seperti Asas kesepakatan,Itikad baik,dan Pacta sunt servanda[4], ketiga asas ini yang telah lama dikenal dan diakui secara umum.
Disamping itu konvensi menujuk pula beberapa prinsip penting dari piagam PBB sebagai prinsip yang harus dihormati. Demikian tinggi nilai-nilai dari asas-asas piagam PBB ini hingga hampir pada setiap perjanjian internasional yang penting dijadikan dasar pepijakan,bahkan didalam perjanjian militerpun selalu menunjuk pada piagam PBB. Sekalipun terdapat asas-asas bahwa perjanjian harus ditaati namun para pihak dapat melalui cara-cara tertentu untuk menyatakan batal, misalnya karena bertentangan dengan suatu norma dasar hukum internasional (Jus Cogens) disamping alasan-alasan lainnya seperti yang diatur dalam bagian V konvensi[5].
Hanya sedikit sekali pasal-pasal dalam konvensi yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Jus Cogens konvensi[6] hanya mencantumkan Pasal 53 (Perjanjian yang batal karena bertentanan jus cogens dan batasan jus cogen), Pasal 64 (Timbul suatu Jus Cogens baru), Pasal 66 (Prosedur penyelesaian hukum), Pasal 71 (Akibat-akibat yang timbul karena batalnya suatu perjanjian yang disebabkan bertentangan dengan Jus Cogens).[7]

2.1.2. Pengertian Umum Jus Cogens ( Peremptory Norm of General Internasional Law)
Pengertiam Jus Cogens dalam sistematika Konvensi wina 1969 tentang hukum perjanjian internasional dimuat dalam bagian ke V yang mengatur hal pembatalan, berhenti berlakunya, dan penundaan berlakunya. Dalam bagian ke V Konvensi WINA 1969 memiliki beberapa alasan dapat diajukan, misalnya untuk pembatalan suatu perjanjian dengan adanya pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tertentu dari hukum nasional dengan peserta yang berkenaan dengan kuasa penuh dari negara pengirim (Pasal 46 dan 47 Konvensi), adanya unsur kesalahan (Pasal 48), adanya unsur penipuan (Pasal 49), dan unsur kelicikan (Pasal 50 ).
Suatu dasar lain yang dapat menyebabkan batalnya suatu perjanjian, adalah apabila perjanjian tersebut bertentangan dengan suatu norma dasar hukum internasional umum (Peremptory Norm of General Internasional Law atau Jus Cogens). Konvensi menyatakan bahwa suatu perjanjian batal apabila pada saat pembentukan perjanjian tersebut bertentangan dengan suatu norma dasar hukum internasional umum (Pasal 53). Di dalam pasal ini pun konvensi memberikan suatu batasan apa yang dimaksud dengan norma dasar hukum internasional umum itu, yaitu sebagai suatu norma yang diterima dan diakui oleh masyarakat internasional secara keseluruhan sebab suatu norma yang tidak boleh dilanggar dan hanya dapat diubah oleh suatu norma dasar hukum internasional umum yang baru yang mempunyai sifat yang sama.
            Dalam laporannya Waldock ( sebagai seorang special reporteur dari yhe internasional Law commission ILC) memuat tiga kategori sebagai unsur yang dapat bertentangan dengan jus cogens yaitu :
1.    The use or threat of force in contravention of the principle of the UN charter.
2.    International crimes so characterrized by international Law.
3.    Act or Comissions whose suppression is regured by internasional law.
ILC sebagai badan yang ditugaskan untuk mengkodifikasikan hukum perjanjian internasional telah mendapat kesulitan dalam memberikan formulasi yang tepat apa yang dimaksu dengan Jus Cogens tersebut sehingga komisi menyatakan bahwa “ Internasional Jus Cogens merupakan aturan-aturan dasar hukum internasional umum yang dapat ditafsirkan sebagai Public-policy (ketertiban umum) dalam pengertian hukum nasional. Public-policy  (dan yang serupa dengan itu) dapat muncul dari setiap negara, Misalnya terdapat aturan-aturan yang bersifat melarang (prohibitory rules). Fungsi setiap aturan yang melarang ini bertujuan untuk menjaga atau mencegah para pihak mengadakan suatu tindakan karena adanya keinginan untuk berbuat sesuatu akan tetapi bertentangan dengan aturan-aturan yang mempunyai sifat melarang tersebut. Mengenai apa yang merupakan ketertiban umum sangat sukar defenisikan, hanya hakim saja (dalam kasus-kasus tertentu) yang dapat menentukan apa yang bertentangan dengan kepentingan umum atau keterlibatan hukum itu. Faktor tempat, waktu,falsafat kenegaraan (yang dianut oleh masyarakat hukun yang bersangkutan), sistem perekonomian, pola kebudayaan dan politik akan mempengaruhi pendapat mengenai ketertiban umum.
Sekalipun bahwa setiap negara pada dasarnya mempunyai kebebasan untuk mengadakan membuat suatu hukum atau perjanjian, Namun perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Jus Cogens. Apabila suatu jus cogens baru timbul, maka perjanjian mana pun yang bertentangan dengan norma itu menjadi batal dan tidak berlaku lagi.


2.1.3.  Beberapa pendapat para ahli hukum internasional yang memberikan pandangan dan defenisi mengenai jus cogen
            J.G Starke berpendapat bahwa Jus cogens merupakan serangkaian prinsip atau norma yang tidak dapat diubah (Peremptory) yang tidak boleh diabaikan, dan yang karenanya dapat berlaku untuk membatalkan suatu traktat atau perjanjian antara negara-negara dalam hal traktat atau perjanjian itu tidak sesuai dengan salah satu prinsip atau norma. Sesuai dengan  Pasal 53 Konvensi Roma mengenai Hukum Traktat tanggal 23 Mei 1969, terdapat suatu karakteristik tambahan dari norma jus cogens bawasanya norma itu hanya dapat diubah oleh norma hukum internasional yang timbul kemudian yang juga memiliki karakter yang sama.
Jadi maksudnya prinsip jus cogens dalam hukum internasional merupakan sesuatu yang diterima oleh masyarakat internasional secara keseluruhan, dan hanya dapat diubah oleh suatu prinsip yang mempunyai karakter yang sejenis yang muncul belakangan, dengan demikian maka suatu perhimpunan regional tidak dapat mengubah atau mengabaikan prinsip itu dalam hal tidak adanya suatu keputusan untuk tujuan tersebut oleh seluruh masyarakat internasional. [8]
            Rozakis memberikan arti norma Jus cogens itu sebagai suatu norma hukum internasional umum yang telah diterima dan diakui oleh masyarakat internasional secara keseluruhan ,norma hukum internasional umum disini diartikan sebagai suatu norma yang diterapkan kepada sebagian besar negar-negara karena telah diterima sebagai suatu yang mengikat dan terhadap norma tersebut tidak boleh dilanggar.
            Arehurs, Berpendapat bahwa suatu perjanjian yang batal akibat bertentanggan dengan Jus Cogens (pasal 53dan 64) hendaknya dikembalikan kepada praktek negara – negara berdasarkan kebiasaan setempat ini memang tidak diatur oleh lonvensi karena konvensi hanya mengkodifikasi hukum perjanjian saja.
            Brownlie, Memberikan beberapa contoh atura-aturan yang bertentangan dengan jus cogens, misalnya perang agresi, pelanggaran hukum Genocide, perdagangan dan perbudakan,pembajakan,kejahatan – kejahatan yang bertentangan dengan kemanusiaan,Pelanggaran terhadap prinsip- prinsip  hak menentukan nasip sendiri, UN convention rasial discrimination dan UN declaration of permanent soverreignty over natiral resources.
            Akehurs  mengemukakan  bahwa suatu aturan hukum internasional tidak dapat menjadi Jus Cogens apabila tidak diterima oleh masyarakat internasional secara keseluruhan. Dengan demikian praktek negara-negara yang berdasarkan local costum dalam hubungnnya dengan jus cogens derajatnya dapat naik apabila diterima demikian oleh masyarakat internasional.
            Dhokalia, memberikan pendapat tentang arti kalimat kedua dari Pasal 53 di mana terdapat kata-kata “accepted and recognized by international cummunity of states as a whole” hendak diartikan sebagai apabila mayoritas besar masyarakat internasional menerima dan mengakui. Dikemukakannya sebagai contoh adalah praktek majelis Umum PBB dalam mengeluarkan suatu resolusi.hal ini dapat diartikan, bahwa resolusi tersebut  merupakan suatu pengakuan Eksplisit dari pencerminan pandapat umum suatu asyarakat iinternasional secar keseluruhan.
            Schwarzenberger, Untuk membentuk Jus Cogens Internasional maka suatu aturan hukum internasional harus memiliki sifat-sifat yang universal atau asas-asas yang fundamental,misalnya asas-asas yang bersangkutan harus mempunyai arti penting luar biasa (Exeptionally signicent) dalam hukum internasional disamping arti penting istimewa dibanding dengan asas-asas yan lainnya. Selain itu asas tersebut merupakan bagian esensial dari pada sistem hukum internasional yang ada atau mempunyai karakteristik yang merupakan refleksi dari hukum internasional yan berlaku. Apabila sifat-sifat ini diterapkan maka akan timbul tujuan asas fundamental dalam tubuh hukum internasional, yaitu :
a.     Kedaulatan;
b.     Pengakuan;
c.Itikat baik;
d.     Hak membela diri;
e.     Tanggung jawab internasional, dan
f.       Kebebasan dilaut lepas.
Prinsip kedaulatan merupakan suatu hak yang tidak dapat dicabut (inalienable) karena merupakan ciri hakiki yang harus dipunyai oleh setiap negara apabila itu berkeinginan untuk exist dalam pergaulan masyarakat internasional. Kedaulatan merupakan suatu ciri yang harus melekat pada negara.lain halnya , apabila negara (sekalipun merdeka dan berdaulat) dapat dituntut dihadapan pengadilan apabila dalam status “iure-gestionis[9]”. Dalam hal  iure –gestionis ini negara tidak lagi berdaulat mutlak,kedaulatannya telah dikurangi dan ia dapat dituntut di hadapan pengadilan asing (terjadi semacam erosi kedaulatan).penakuaan sebagai asas kedua dinyatakan terhadap pembatasan penggunaan kekerasan senjata dan hak membela diri dapat diperluas dengan adanya suatu larangan terhadap hek untuk mengakui perubahan-perubahan wilayah yang bertentangan dengan tujuan diperkenankannya penggunaan kekerasan senjata. Hak mengakui semacan ini sebagai bertentangan dengan jus cogens.
Asas permufakatan dan itikad baik, adalah sesuatu dengan ketentuan pasal 2 ayat (2) piagam PBB tidak dapat mengubah suatu resolusi yang telah dicetuskan dengan cara mengambil suatu tindakan tertentu terhadap resolusi tersebut dengan menggunakan kebebasan sedemikian rupa, dan karenanya harus menerimanya demikian sebagai suatu kewajiban yang telah dimufakatinya, yang tidak dapat dilanggar dengan kehendak sendiri.
Hak membela diri sebagai asas fundamental dalam hukum internasional telah mendapat pengaturan yang kuat pada piagam PBB sebagai suatu hak yang dipunyai negara untuk membela diri apabila suatu serangan bersenjata terjadi terhadapnya. Hak membeladiri ini dapat silakukan secara perseorangan ataupun secara bersama-sama.
Tanggung jawab internasional dapat dilukiskan sebagai adanya penerimaan oleh majelis Umum PBB pada yahun 1946 terhadap prinsip-prinsip yang merupakan tanggung jawab masyarakat internasional, misalnya penerimaan prinsip-prinsip nurenberg (affirmation of the principle of internasional Law Recognizes by the carter of the Nurenberg Tribunal) dan prinsip-prinsip dari genocide convention (Resolution on the crime of genocide) dalam resolusi tersebut dinyatakan bahwa:
. . . taht members of the UN subsequently admitted are simillarly bound by theses consensual rules of the international public order.

            Verdross Apabila schwarzenberger mengemukakan tiga sifat universal dan tujuh asa fundamental dalam tubuh hukum internasional sebagai unsur-unsur dari norma Jus Cogens, maka Verdross mengemukakan tiga ciri aturan yan dapat menjadi Jus Cogens hukum internasional, yaitu aturan-aturan dasar  yang timbul karena adanya kepentingan bersama dalam masyarakat internasional, timbul untuk tujuan-tujuan kemanusian dan harus sesuai atau selaras dengan piagam PBB.
            Mac Nair berpendapat sekalipun tidak mengunakan kata- kata jus cogens, menegaskan adanya ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional yang berada dalam suatu kateori hukum yang lebih tinggi, ketentuan-ketentuan yang mana tidak dapat dikesampingkan atau diubah oleh negara-negara yang membuat perjanjian. Dari penjelasan Mac Nair tersebut kiranya dapat diartikan, bahwa Jus cogens dapat lahir dari hukum kebiasaan internasional yang mempunyai derajat lebih tinggi  dari hukum kebiasaan internasional biasa, dan yang dimadsu melindungi kepentingan umum masyarakat inetrnasional. Contoh-contoh yang dikemukakan adalah sejalan dengan yag dikemukakan Brownlie. Mac Nair  memberikan beberapa kriteria dimana suatu perjanjian tidak berlaku karena bertentangan dengan suatu aturan hukum kebiasaan inetrnasional atau bertentangan dengan Piagam PBB, misalnya bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 ayat 3 dan 4 . disamping itu, juga yang bertentangan dengan “rule of general convention law” dan bertentangan dengan “specific obligations created by other treties”. Kriteria dari Mac Nair ini lebih-lebih dimaksudkan kepada syarat-syarat umum tidak berlakunya suatu perjanjian dan tidak secara khusus berlaku untuk pengertian jus cogens saja.






[1] Yudha bhakti. Pengertian jus congens dalam konvensi WINA 1969 tentang hukum perjanjian internasional
[2] ibid
[3] ibid
[4] Asas pacta sunt servanda adalah Perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang menyelenggarakan
[5] Konvensi WINA 1969 tentang hukum perjanjian
[6] ibid
[7] Pasal 53Perjanjian yang bertentangan dengan norma peremptory umum hukum internasional (jus cogens)Sebuah perjanjian menjadi batal jika, pada saat kesimpulan, hal itu bertentangan dengan norma peremptory umum hukum internasional. Untuk tujuan Konvensi ini, peremptory norma umum hukum internasional adalah suatu norma yang diterima dan diakui oleh komunitas internasional Serikat secara keseluruhan sebagai suatu norma dari penghinaan yang tidak diperbolehkan dan yang hanya dapat dimodifikasi oleh norma berikutnya umum hukum internasional yang memiliki karakter yang sama..


[8]  J.G Starke, pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh

[9] iure-gestionis” yaitu negara bertindak selaku pedagang 

1 komentar:

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter