Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Minggu, 12 Februari 2012

Proses Persidangan Terhadap Anak


1.     Laporan pembimbing kemasyarakatan
Hal yang berbeda dari pengadilan anak adalah adanay laporan pembimbing kemasyarakatan sebelum sidang dibuka mengenai hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang Pengadilan Anak:
1)    Sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan.
2)    Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berisi:
a.    Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan
b.    Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan.

Contoh laporan pembimbing kemasyarakatan biasanya disusun dengan memuat hal-hal sebagai berikut (Gatot Supramono, 2005;68):
a.    Identitas: klien, orang tua dan susunan keluarga dalam satu rumah;
b.    Masalah;
c.    Riwayat hidup klien;
d.    Tanggapan klien terhadap masalah yang dialaminya;
e.    Keadaan keluarga;
f.     Keadaan lingkungan masyarakat;
g.    Tanggapan pihak keluarga, masyarakat dan pemerintah setempat;
h.    Kesimpulan dan saran.

Dalam hal laporan pembimbing kemasyarakatan hakim wajib meminta penjelasan kepada pembimbing kemasyarakatan atas hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Hal itu dikarenakan laporan pembimbing kemasyarakatan ini menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memberikan putusan.
2.    Sidang Dibuka Dan Dinyatakan Tertutup Untuk Umum
Hakim anak yang bertugas, mengtokkan palu sebanyak 3 (tiga) kali dengan menyatakan “Sidang Dibuka Dan Dinyatakan Tertutup Untuk Umum” hal ini merupakan suatu rangkaian yang wajib dilakukan dan memang ditentukan dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang pengadilan Anak sehingga pelanggaran terhadap ketentuan ini berakibat  putusan menjadi batal demi hukum. Persidangan yang tertutup untuk umum digambarkan dengan tertutupnya semua pintu ruangan sidang.
Setelah pernyataan tersebut diucapkan, hakim memanggil masuk terdakwa beserta orangtuanya, wali, atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan (pasal 57 Undang-Undang Perlindungan Anak).
3.    Pemeriksaan Identitas Terdakwa
Setelah hakim memanggil masuk terdakwa beserta orang tua, wali atau orang tua asuh, penasehat hakim dan pembimbing kemasyarakatan, selanjutnya mereka duduk pada tempat yang disediakan  di ruang sidang kecuali terdakwa untuk sementara duduk di kursi pemeriksaan guna memberikan keterangan mengenai identitasnya (Gatot Supramono, 2005;78).
Pemeriksaan identitas terdakwa, diatur dalam Pasal 155 ayat (1) KUHAP. Cara pemeriksaan identitas tersebut dilakukan oleh hakim ketua sidang dengan menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, temapt lahir, umur atau tanggal lahir, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa agar memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang.
Menurut Yahya Harahap (2002:189) pemeriksaan identitas ini untuk memberi kepastian kepada hakim bahwa terdakwa yang sedang diperiksa dalam perkara ini adalah orang yang tepat sehingga tidak ada lagi kekeliruan terhadap terdakwa. Selanjutnya Yahya Harahap menambahkan bahwa sifat pemeriksaan identitas terdakwa ini hanya dilakukan hanya bersifat formal bukan bersifat imperatif. Ini berarti kalaupun seandainya persidangan telah selesai dan perkaranya telah diputus dan ternyata tidak pernah dilakukan pemeriksaan identitas terdakwa, hal tersebut tidak mengakibatkan batalnya putusan terhadap anak tersebut.
4.    Pembacaan Surat Dakwaan Oleh Penuntut Umum Anak.
Pembacaan surat dakwaan pada pengadilan anak sama halnya dengan pengadilan umum. Hanya saja penuntut umum yang bertugas melakukan penuntutan adalah penuntut umum anak yang telah memiliki pengalaman dalam penuntutan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dan mempunyai minat dan bakat, dedikasi, dan memahami masalah anak. Menyangkut surat dakwaan yang dibuat harus memenuhi syarat formil dan materil (Gatot Supramono, 2005;58). Mengenai syarat surat dakwaan di atur pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
Penuntut umum membuat surat dakwaan yang dineri tanggal dan ditanda tangani serta berisi:
a)    Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.
b)    Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana lakukan.
Ketentuan huruf a pada Pasal di atas merupakan syarat formal yaitu menyangkut identitas terdakwa. Sedangkan pada huruf b pada pasal diatas merupakan syarat materil sehingga apabila dakwaan tidak memenuhi ketentuan ini maka dinyatakan batal demi hukum (Pasal 143 ayat (2) KUHAP). Dalam membuat surat dakwaan penuntut umum dapat menyusun secara tunggal, subsidaritas, alternatif, atau kumulatif, hal ini tergantung pada hasil penyidikan yang tertuang dalam penuntutan (Gatot Supramono, 2005;58).
Setelah surat dakwaan dibacakan, maka ketua sidang akan menanyakan kepada terdakwa apakah isi surat dakwaan sudah terang. Jika masih belum jelas maka ketua sidang dapat meminta penuntut umum untuk menjelaskannya. Kalau dirutkan proses pembacaan surat dakwaan dapat kita ringkas sebagai berikut ( Yahya Harahap, 2002:191):
a.    Atas permintaan ketua sidang, penuntut umum membacakan surat dakwaan.
b.    Kemudian ketua sidang menyatakan kepada terdakwa apakah ia sudah mengerti sepenuhnya akan isi surat dakwaan.
c.    Apabila terdakwa belum mengerti ketua sidang meminta  penuntut umum untuk memberi penjelasan sepenuhnya.
d.    Atas permintaan itu, penuntut umum “wajib” memberikan penjelasan yang diperlukan.
5.    Tanggapan Terhadap Surat Dakwaan.
Terdakwa atau penasehat hukum diberi kesempatan untuk menaggapi surat dakwaan apakh diterima, atau tidak dapat diterima atau ditolak. Pasal 156 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa terdakwa atau penasihat hukumnya dapat mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau surat dakwaan tidak dapat diterima atau surat  dakwaan harus dibawalkan.
Pengertian keberatan atau eksepsi adalah( Yahya Harahap, 2002:118):
·         Tangkisan (plead) atau pembelaan yag tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap materi surat dakwaan.
·         Tetapi keberatan atau pembelaan ditujukan terhadap cacar formal yang melekat pada surat dakwaan.

Ketentuan Pasal 156 ayat (2) menegaskan jika hakim menerima keberatan terdakwa atau penasehat hukum maka perkara tidak diperiksa lebih lanjut. Berarti proses pengajuan keneratan berada antara tahap pembacaan surat dakwaan. Pemeriksaan materi pokok perkara dihentikan apabila keneratan diterima. Sebaliknya pemeriksaan materi pokok perkara diteruskan langsung apabila keberatan ditolak ( Yahya Harahap, 2002:119).
6.    Pemeriksaan Saksi
Proses selanjutnya adalah pemeriksaan saksi , dengan hadirnya terdakwa pada hari, tanggal yang telah ditentukan dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas terdakwa, memperingatkan terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dalam persidangan, kemudian disusul dengan pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum, tahap selanjutnya memeriksa saksi, apabila terdakwa atau penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau eksepsi yang diajukan ditolak oleh hakim. ( Yahya Harahap, 2002:147) mengemukakan bahwa:
Pemeriksaan saksi harus didahulukan dari pada terdakwa. Sesuai pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP yang menegaskan: yang pertama-tama didengar  keterangannya adalah korban yang menjadi saksi. Mendahulukan mendengarkan saksi dalam pemeriksaan perkara merupakan sistem yang lebih manusiawi terhadap terdakwa. Sebab dengan didahulukannya mendengarkan keterangan saksi, terdakwa akan lebih baik mendapat gambaran tentang perestiwa pida yang didakwakan kepadanya.
Pada pengadilan anak, hal-hal yang menyangkut pemeriksaan saksi tetap mengacu pada KUHAP kecuali hal khusus yang diatur dalam undang-undang pengadilan anak. Hal khusus yang diatur dalam pengadilan anak menyangkut pemeriksaan saksi adalah bahwa pada waktu memeriksa saksi, hakim dapat memerintahkan agar tedakwa dibawa keluar sidang (Pasal 58 ayat (1) undang-undang pengadilan anak). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya hal yang mempengaruhi jiwa anak. Yang tetap hadir diruang sidang untuk mendengarkan keterangan saksi adalah orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. Kata dapat dalam ketentutan tersebut berarti tidak diharuskan setiap perkara anak dibawa keluar ruang sidang, akan tetapi tergantung apakah keterangan tersebut akan mempengaruhi jiwa anak atau tidak. Menurut gatot Supramono (2005;83):
Tidak semua anak memiliki sikap mental yang kuat untuk dapat mendengarkan secara langsung keterangan orang lain yang mengungkapkan perbuatannya yang kurang atau tidak baik. Bagi yang tidak dapat mendengarkan dan ini dipaksakan pula akan berakibat tidak baik pada perkembangan anak yang bersangkutan.
Menyangkut hal ini hakim harus cermat dan teliti terhadap keadaan terdakwa. Jika dipandang bahwa keterangan saksi tidak akan mempengaruhi jiwa terdakwa, maka terdakwa tidak perlu dikeluarkan, melainkan tetap berada dipersidangan untuk mendengarkan keterangan saksi.
7.    Putusan hakim pengadilan Anak
Proses akhir dari pengadilan adalah putusan hakim. Proses penentuan bersalah atau tidaknya terdakwa. Pada pengadilan anak ada hal khusus menyangkut putusan hakim yaitu sikap hakim sebelumnya menjatuhkan putusan, putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, hakim wajib mempertimbangkan laporan pembimbing kemasyarakatan, hal-hal yang menyangkut pemberian hukuman kepada terdakwa anak, selanjutnya diuraikan sebagai berikut:
a.    Sikap Hakim Sebelum Menjatuhkan Putusan.
Pada sidang pengadilan anak, hakim harus bersikap sebagaimana ditetapkan pada Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang perlindungan Anak, yang menentukan bahwa:
Sebelum mengucapkan putusannya, hakim memberi kesempatan kepada orang tua, wali, orang tua asuh, untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak.
Meskipun keterangan yang diberikannya itu secara yuridis tidak mengikat hakim, akan tetapi keterangan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam putusan hakim (Gatot Supramono,2005:84). Dengan demikian keterangan yang diberikan sebelum menjatuhkan putusan diserahkan kepada hakim untuk menggunakan sebagai pertimbangan dalam putusannya atau tidak.
b.    Hakim Wajib Mempertimbangkan Laporan Pembimbing Kemasyarakatan.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwasanya dalam pengadilan anak dikenal adanya laporan pembimbing kemasyarakatan mengenai hasil penelitian kemasyarakatan anak yang menjadi tedakwa. Laporan ini disampaikan sebelum sidang dibuka oleh hakim dalam putusannya sesuai Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak yang menentukan bahwa:
Putusan sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan.
Apabila kita melihat isi laporan pembimbing kemasyarakatan antara lain dikemukakan tentang kehidupan sosial anak. Kehidupan sosial anak akan berpengaruh terhadap perilaku anak, maka dapat terlihat apakah tindakan yang dilakukan oleh terdakwa anak merupakan dampak dari kehidupan sosialnya yang tidak sehat atau hal lain yang mempengaruhinya.
c.    Putusan diucapkan Dalam Sidang Yang Terbuka untuk Umum.
Proses pemeriksaan pengadilan untuk perkara terdakwa anak dilaklukan dalam sidang tertutup untuk umum, maka pada pembacaan putusan sidang terbuka untuk umum. Hal ini dimaksudkan untuk mengedepankan sikap obyektif dari suatu pengadilan (Gatot Supramono, 2005:85). Putusan yang dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum berarti bahwa masyarakat dapat mengetahui apakah terdakwa bersalah atau tidak, sehingga tidak muncul persangkaan-persangkaan dalam masyarakat.
Undang-undang perlindungan anak mengatur tentang hal tersebut, dalam Pasal 59 ayat (2) menentukan bahwa:
Putusan pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Ketentuan di atas mewajibkan hakim membacakan putusannya dalam sidang yang terbuka untuk umum, sehingga apabila hakim membacakannya dalam sidang yang tertutup untuk umum, maka akan berakibat putusan tersebut batal demi hukum.
d.    Hal-hal yang menyangkut pemberian hukuman kepada terdakwa anak.
Dalam putusannya hakim akan menentukan apakah terdakwa anak bersalah atau tidak. Juga menentukan pemberian hukuman kepada anak yang terbukti bersalah. Undang-undang pengadilan anak mengatur beberapa hal menyangkut pemberian hukuman kepada anak, yaitu:
1.    Terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhi hukuman pidana atau tindakan (Pasal 22);
2.    Pidana penjara untuk anak usia 12-18 tahun, diberikan ½ (satu per dua) dari pidana orang dewasa.
3.    Untuk usia anak 12-18 tahun yang melakuakn tindak pidana yang hukumannya adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun (pasal 26 ayat (2)).
4.    Untuk anak usia dibawah 12 tahun yang melakukan tindak pidana yang hukukumannya adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadapnya hanya dapat dijatuhkan tindakan dengan menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
5.    Untuk anak usia dibawah 12 tahun yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup, maka terhadap anak tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana di maksud dalam Pasal 24 (Pasal 26 ayat (4)).
6.    Batas maksimal pidana kurungan untuk anak adalah ½ (satu per dua) dari ancaman pidana bagi orang dewasa (pasal 27).
7.    Batas maksimal pidana denda bagi anak adalah ½ (satu per dua) dari ancaman pidana denda bagi orang dewasa (pasal 28 ayat (1) ).
8.    Hakim dapat menjatuhkan pidana bersyarat apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun (Pasal 29 ayat (1)).
9.    Pidana pengawasan sapat dijatuhkan kepada anak nakal paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun (Pasal 30 ayat (1)).
Dalam kaitannya dengan sidang yang dilakukan terhadap anak pada perkara No. 164/Pid.B/2008/PN. Makassar, penulis melakukan penelitian terhadap pemenuhan hak anak selaku terpidana pada perkara di atas. Terhadap anak pelaku tindak pidana yang diperiksa dalam pengadilan atau pada proses persidangan memiliki hak-hak khusus yang diatur dalam undang-undang perlindungan anak. Hak-hak yang dimaksud adalah antara lain:
1.    Hak untuk diperiksa dalam suasana kekeluargaan;
2.    Hak untuk didampingi oleh orang tua/wali atau orang tua asuh;
3.    Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum;dan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter