Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Minggu, 12 Februari 2012

Proses Penyelidikan dan Penyidikan pada Pengadilan Militer



Dalam Hukum Acara Pidana Militer tidak satu pasal pun yang mengatur tentang penyelidikan maupun penyidikan kecuali mengenai siapa yang berhak mengusut suatu kejahatan atau pelanggaran. Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1950 (LN 1950 Nomor 53), menunjuk Het Herziene Inlandsch Reglement/RIB, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1950 tersebut yang menyatakan bahwa bagi hukum acara pidana pada peradilan ketentaraan berlaku sebagai pedoman Herziene Inlandsch Reglement dengan perubahan-perubahan seperti yang dimuat dalam undang-undang ini.
Sebagaimana diketahui dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka Herziene Inlandsch Reglement dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehingga atas dasar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1950 yang menjadi pedoman dalam melakukan penyelidikan terhadap suatu perkara pidana dalam lingkungan peradilan militer adalah KUHAP.
Dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP memberikan suatu pengertian tentang apa yang dimaksud dengan penyelidikan yaitu :
serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Menurut Yahya Harahap (2003:101) mengatakan bahwa penyelidikan adalah :
Tindakan tahap pertama permulaan penyidikan, akan tetapi harus diingat penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan.

Ketentuan hukum acara pidana militer mengatur bahwa penyelidikan terhadap suatu peristiwa pidana adalah sama dengan yang diatur dalam KUHAP, kecuali bahwa jika dalam KUHAP ditentukan bahwa untuk melakukan penyelidikan adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sedangkan dalam hukum acara pidana militer yang berwenang melakukan penyelidikan adalah Polisi Militer. Penyelidikan yang dilakukan oleh Polisi Militer bukanlah suatu wewenang yang berdiri sendiri melainkan terpisah dari wewenang untuk melakukan penyidikan tetapi merupakan bagian dari fungsi penyidikan yang merupakan tindakan permulaan yang mendahului tindakan lain seperti penangkapan, penahanan, penyitaan guna penyelesaian perkara pidana tersebut.
Apabila dalam hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Polisi Militer ditemukan adanya suatu tindak pidana dan tersangkanya ditemukan, maka Polisi Militer segera melaporkan pada atasan yang berhak menghukum atau kepada atasan langsung tersangka. Adapun atasan langsung yang dapat memerintahkan penahanan terhadap seorang tersangka pada peradilan militer berdasarkan Surat Keputusan Atasan Yang Berhak Menghukum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 dalam Pasal 69 diatur bahwa :
(1)  Penyidik adalah :
a. Atasan yang berhak menghukum;
b. Polisi Militer;
c. Oditur.
(2)  Penyidik Pembantu adalah :
a.    Provos Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat;
b.    Provos Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut;
c.    Provos Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara; dan
d.    Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa antara penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polisi Militer bukanlah wewenang yang berdiri sendiri, hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (1982:27) bahwa :
Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau sub dari fungsi penyidikan, yang melalui tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum.

Tindak  pidana yang dilakukan oleh subjek hukum pidana militer, maka fungsi penyidikan juga berada pada Polisi Militer namun sebelum melakukan penyidikan, maka penyidik melapor kepada oditur militer untuk meminta petunjuk-petunjuk apakah tindakan tersangka termasuk suatu tindak pidana atau hanya merupakan pelanggaran disiplin militer. Adapun ketentuan tentang bagaimana pelaksanaan penyidikan di atur dalam Pasal 99 sampai Pasal 121 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter