Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Minggu, 12 Februari 2012

PROSES LAHIRNYA PERJANJIAN BAGI HASIL DALAM TANAH AKKINANREANG



Di dalam pergaulan masyarakat terdapat kaidah-kaidah yang bertujuan untuk mengatur dan mencapai suatu tata tertib. Pada perkembangan selanjutnya kaidah-kaidah tersebut dikelompokkan pada berbagai keperluan pokok pada kehidupan manusia misalnya pertanian, peternakan, dan lain-lain sebagainya. Namun tidak semua kaidah-kaidah itu merupakan bagian dari lembaga masyarakat, melainkan hanya kaidah-kaidah yang mengatur kebutuhan pokok saja yang dapat merupakan lembaga dan mengalami proses yang berlangsung terus menerus sehingga kaidah-kaidah tersebut tidak saja melembaga melainkan juga menjiwai dan sudah mendarah daging pada warga masyarakat.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut, maka perjanjian bagi hasil dalam tanah Akkinanreang juga merupakan salah satu kebiasaan di dalam hukum adat yang mengatur kebutuhan hidup masyarakat, yang telah melembaga dan menjadi kebiasaan masyarakat. Lahirnya suatu perjanjian tersebut tidak terlepas pula dari kebutuhan hidup masyarakat di daerah Kebupaten Sinjai.
Beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya perjanjian bagi hasil dalam tanah Akkinanreang. Pentingnya mengemukakan masalah latar belakang ini tentulah tidak terlepas dari upaya untuk memperoleh pengertian atau penjelasan yang menyeluruh tentang hakekat permasalahannya. Pengertian atau kejelasan itu kiranya amat penting demi mendapat gambaran yang tepat dan selengkap lengkapnya menyangkut permasalahan perjanjian bagi hasil tentang tanah Akkinanreang.
Latar belakang lahirnya perjanjian bagi hasil antara para pihak teramat banyak kaitannya dengan keadaan individu masing-masing pihak melakukan perjanjian tersebut.
2.        Bentuk Perjanjian terhadap Tanah Akkinanreang
Sebagai mana diketahui, setiap perbuatan hukum senantiasa menunjukkan ciri tertentu yang dapat memberi gambaran tentang bagaimana perbuatan hukum tersebut dijalankan atau dilaksanakan. Ciri yang dimaksud ini tercermin dalam cara bagaimana sehingga perbuatan hukum dapat dinilai dalam wujud kongkritnya sesuai yang menjadi tujuan orang atau pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut.
Dari pemahaman di atas, dapatlah ditentukan bahwa adanya aspek tersebut menunjukkan pentingnya suatu bentuk, model atau format suatu perbuatan hukum. Justru segi bentuk atau model yang menunjukkan kejadian perbuatan hukum inilah yang merupakan segi atau unsur penting dalam mengarahkan penilaan terhadap perbuatan hukumnya.
Perjanjian bagi hasil pun dapat dikenal hakikat dan esensinya tentang bagaimana perbuatan hukum yang melibatkan para pihak ini terjadi. Adanya bentuk yang telah ditentukan sendiri sebagai suatu yang menjadi persyaratan untuk mengkategorikan dan kemudian mengandung sebutan sebagai suatu perjanjian bagi hasil tentang tanah Akkinanreang ini yang mewujudkan ciri khasnya sendiri sebagai suatu perbuatan hukum yang sifatnya mengikat.
Bentuk perjanjian bagi hasil tanah Akkinanreang dilakukan menurut adat setempat. Hampir semua pewaris tanah Akkinanreang tersebut membuat perjanjian dengan tidak tertulis. Perjanjian bagi hasil tanah Akkinanreang tidak berjalan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 yang mengisyaratkan perjanjian dilakukan secara tertulis. Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 menjelaskan bahwa dalam membuat suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis didepan Kepala Desa.
Mengenai tidak tertulisnya suatu pelaksanaan bagi hasil tanah Akkinanreang sampai sekarang ini sebab masyarakat memang melaksanakan perjanjian sesuai kebiasaan saja, dari dulu mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh nenek moyangnya berdasarkan kesepakatan atas dasar kepercayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter