Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Minggu, 12 Februari 2012

Pengertian Delik



Pengertian  suatu istilah dalam ilmu hukum pidana sangat penting dipahami, demikian halnya dengan istilah delik,jika diperhatikan penempatannya selalu mendahului / diutamakan dari rangkaian kata berikutnya.
            Istilah delik (delict) dalam bahasa Belanda di sebut starfbaarfeeit di mana setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, oleh beberapa sarjana hukum diartikan secara berlain-lainan sehingga otomatis pengertiannya berbeda.
            Agar lebih jelasnya,penulis mengelompokkan dalam 5 kelompok istilah yang lazim digunakan oleh beberapa sarjana hukum sebagai berikut:
Pertama      :   Peristiwa pidana : digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1962: 32),
Rusli Efendi (1981: 46), Utrecht (Sianturi 1986: 206) dan lain-lainya.
Kedua         :  Perbuatan pidana : digunakan oleh Moejanto(1983 : 54)dan lain-lain
Ketiga         : Perbuatan yang boleh di hukum :digunakan oleh H.J.Van Schravendijk
                        (Sianturi 1986 :206)dan lain-lain
Keempat     :   Tindak pidana : digunakan oleh Wirjono Projodikoro(1986 : 55),
                    Soesilo (1979 :26)dan S.R Sianturi (1986 : 204) dan lain-lain
Kelima        :   Delik : Digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1981 : 146    dan Sotochid Karta Negara (tanpa tahun : 74) dan lain-lain
            Sarjana hukum tersebut di atas menggunakan istilah masing-masing dengan disertai alasan dan pertimbangan sebagai berikut:
            Moelijanto (Sianturi 1986 : 207) beralasan bahwa digunakannya istilah ”perbuatan pidana” karena kata ”perbuatan” lazim dipergunakan dalam percakapan sehari-hari seperti kata perbuatan cabul,kata perbuatan jahat,dan kata perbuatan melawan hukum.
            Lebih jauh Moeljanto (1983: 56) menegaskan bahwa perbuatan menunjuk ke dalam yang melakukan dan kepada akibatnya,dan kata perbuatan berarti di buat oleh seseorang yang dapat dipidana adalah kepanjangan dari istilah yang merupakan terjemahan dari starfbaarfeit.
            Lebih jelasnya Moeljanto menyatakan (sianturi 1986 : 207) sebagai berikut:
1.    Kalau utrecht,sudah lazim dipakai istilah hukum, maka hukum lalu berarti: berecht, diadili yang sama sekali tidak mesti berhubungan dengan starf, dipidana karena perkara-perkara perdata pun diberech, diadili maka saya memilih untuk terjemahan strafbaar adalah istilah pidana sebagai singkatan dari”yang dapat dipidana”.
2.    Perkataan perbuatan berarti dibuat oleh seseorang menunjuk lain pada yang melakukan maupun pada akibatnya, sedangkan perkataan peristiwa tidak menunjuk bahwa yang melakukannya adalah ”handling” atau ”gedraging” seseorang mungkin atau mungkin juga hewan atau alam dan perkataan tindak berarti langkah baru dan tindak tanduk atau tingkah laku.
            Wirjono Projodikoro (1986 : 55) lebih cenderung menggunakan istilah tindak pidana karena tindak pidana menurut beliau dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan Soesilo (1979 : 26) menggunakan pula istilah tindak pidana.
            Istilah delik H.J Van Schravendiik mengartikannya sebagai perbuatan yang boleh di hukum,sedangkan Utrecht (Sianturi 1986 : 207) lebih menganjurkan pemakaian istilah peristiwa pidana,karena istilah pidana menurut beliau meliputi perbuatan (andelen) atau doen positif atau melainkan (visum atau nabetan atau met doen,negatif/maupun akibatnya).
            S.R. Sianturi menggunakan delik sebagai tindak pidana jelasnya Sianturi (1986 : 211) memberikan perumusan sebagai berikut:
tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada,tempa,waktu,dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang bersifat melawan hukum,serta dengan kesalahan di lakukan oleh seseorang (yang bertanggung jawab).
            Sianturi (1986 : 209) berpendapat bahwa istilah tindak adalah merupakan singkatan dari kata ”tindakan” artinya pada orang yang melakukan tindakan adalah dinamakan penindak. Tindakan apa saja dilakukan semua orang,akan tetapi dalam banyak hal suatu tindakan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu, misalnya menurut golongan dalam pekerjaan dan menurut golongan kelamin. Sianturi menjelaskan bahwa menurut golongan kelamin misalnya wanita atau pria sedangkan menurut golongan dalam pekerjaan misalnya seperti buruh, pegawai dan lain-lain sebagainya, jadi status/klasifikasi seorang penindak menurut Sianturi (1986 : 209) haruslah dicantumkan unsur”barang siapa”.
            Penulis kurang sependapat dengan pandangan Sianturi seperti tersebut di atas,dengan alasan untuk merupakan orang-orang tertentu ke dalam barang siapa adalah suatu pekerjaan yang pasti memakan waktu yang tidak sedikit,hemat penulis bahwa yang termasuk ke dalam unsur ”barang siapa” adalah semua orang dan bukan diri pembuat sendiri. Apakah itu seorang wanita, pria ataukah pegawai dan buruh,tidaklah dipersoalkan unsur”barang siapa”bukan orang-orang tetapi yang jelas orang lain.
            Terhadap tindak pidana,maka dikomentari oleh Moeljanto (1983 : 55 ) sebagai berikut:
            Meskipun kata tindak lebih pendek dari pada kata ”perbuatan” tapi ”tindak”tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan,tapi hanya menyatakan keadaan konkrit sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan,tingkah laku,gerak-gerik,sikap jasmani seseorang,halaman lebih dikenal dalam tindak tanduk,tindakan dan bertindak dan belakangan di pakai ”ditindak” oleh karena itu tindak sebagai kata tidak begitu di kenal,maka perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasalnya sendiri maupun dalam penjelasannya hampir hampir selalu di pakai kata ”perbuatan”.
            Selain Utrecht yang menggunakan pidana,Andi Zainal Abidin juga menggunakan kata peristiwa yang mendapat kritikan dari Moeljanto dalam setip perumusannya, jelasnya Moeljanto ( 1986 : 55 ) menyatakan sebagai berikut:
            Peristiwa itu saja tidak mungkin dilarang, hukum pidana adanya orang mati tetapi melarang adanya orang mati karena perbuatan orang lain, jika matinya orang itu karena keadaan alam entah karena tertimpa oleh pohon roboh ditiup angin puyuh maka peristiwa itu tidak penting sama sekali memakai hukum pidana.
            Sebaliknya Andi Zainal Abidin (1962 : 34 ) memberi komentar pula dengan mengemukakan sebagai berikut:
            Dengan tidak memperkecil arti dari pada perbuatan (pidana) yang diintrodusir oleh Prof. Moeljanto,SH sebagai terjemahan dari fiet (strafbaarfeit) yang kebetulan sesuai dengan istilah yang dipakai oleh Schravendiik Mr. Kami : maka yang paling tetap ialah peristiwa (pidana) sebab dalam tiap-tiap, peristiwa selalu ada peranan manusia.
            Dari itu aliran modern dan praktek tela menerima bahwa selain orang suatu badan yang menjadi pemangku kewajiban menuntut hukum pidana diancam pula dengan pidana : misalnya pasal 15 undang-undang nomor 7 tahun 1955 : lembaga negara 1955 No, 27 : nyata bahwa suatu badan kooperatif tidak dikatakan melakukan perbuatan pidana. Mereka ini hanya dapat mengadakan atau mewujudkan peristiwa pidana juga kata perbuatan aktif, sedangkan hukum pidana ada juga perbuatan pasif yaitu tidak berbuat atau melainkan dan sebagainya.
            Dari beberapa istilah yang dipergunakan oleh sarjana-sarjana tersebut sebagai terjemahan delik (Strafbaarfeit) menurut penulis tidak mengikat. Untuk istilah mana yang ingin dipergunakan asalkan mendekati makna strafbaarfeit, tergantung dari pemakaian, misalnya saja Wirjono Prodojikoro menggunakan istilah peristiwa pidana dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia cetakan ke V 1962 (Sianturi), sedangkan selama kurang lebih dua puluh tahun beliau menggunakan istilah ”tindak pidana” (1986 : 55).
            Demikian halnya dengan Satocid Kartanegara dimana dalam rangkaian kuliah beliau di Universitas Indonesia dan AHM/PTHM (Sianturi 1986 : 207), menganjurkan istilah tindak pidana karena istilah tindak (tindakan) mencakup pengertian melakukan atau berbuat, (active handting) dan/atau tidak melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan (passive handeling).
            Istilah perbuatan menurut Satocid adalah berarti melakukan, berbuat (actieve handeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan/ tidak melakukan, istilah peristiwa tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia. Sedangkan terjemahan pidana staarbaarfeit yang setelah membahas uraian tentang pengertian delik, yang pada akhirnya pilihannya jatuh pada istilah delik.
            Pada tulisan lainnya Satocid Karta negara (tanpa tahun : 74) merumuskan Strafbaarfeit sebagai perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, yang diancam dengan hukuman. Satocid lebih condong untuk menggunakan istilah ”delik” yang telah lazim di pakai.
            Bukan saja Satocid dan Wirjono yang menerjemahkan delik (Starbaarfeit) seperti tersebut di atas, tetapi Andi Zainal Abidin pula selama kurang lebih dua puluh mendalami makna Starbaarfeit. Setelah membahas uraian tentang pengertian delik,yang pada akhirnya pilihannya jauh pada istilah delik.
            Andi Zainal Abidin (1986 : 146) memilih istilah delik dengan menggunakan sebagai berikut:
            Pada hakikatnya istilah yang paling tepat adalah ”delik” yang berasal dari bahasa latin ”delictum delicta” karena:.
1.    Bersifat universal, semua orang di dunia ini mengenalnya.
2.    Bersifat ekonomis karena singkat
3.    Tidak menimbulkan kejanggalan seperti ”peristiwa pidana”, ”perbuatan pidana” (bukan peristiwa perbuatan yang di pidana, tetapi pembuatnya).
4.    Luas pengertiannya sehingga meliputi juga delik-delik yang diwujudkan oleh korporasi orang tidak kenal menurut hukum pidana ekonomi Indonesia.
            Dari beberapa penguraian tentang istilah dan pengertian delik, maka Penulis lebih sependapat dengan Rusli Effendi yang menggunakan istilah ”peristiwa pidana” dengan mengemukakan bahwa:
            Dalam pemakaian perkataan peristiwa pidana haruslah dijadikan dan diartikan sebagai kata majemuk dan janganlah di pisahkan satu sama lain, sebab kalau di pakai perkataan peristiwa saja, maka hal ini dapat mempunyai arti lain umpamanya peristiwa alamiah.
            Hemat penulis perkataan peristiwa pidana mempunyai arti dan makna yang lebih luas, karena meliputi perbuatan manusia baik aktif maupun pasif dan beserta akibatnya. Penulis dapat mengemukakan contoh misalnya sebuah kapal laut yang sarat oleh muatan karena memang telah melampaui kapasitas muatan yang ditentukan. Setelah kapal laut tersebut sedang berada di tengah-tengah samudera mengakibatkan kapal laut tersebut sedang berada di tengah-tengah samudera mengakibatkan kapal laut tersebut karam. Jika nahkoda dapat menyelamatkan dirinya di samping penumpang-penumpang lainnya, maka ia haruslah dapat mempertanggungjawabkan atas peristiwa tenggelamnya kapal tersebut.
            Jadi hukum pidana tidak mempersoalkan orang-orang yang karena perbuatannya era/ kasuistis dengan timbulnya peristiwa tersebut dengan perkataan lain bahwa yang diancam itu adalah pembuatnya.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Delik
Delik dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit yang terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar dan feit. Straf diartikan sebagai pidana dan hokum, baar diartikan sbagai dapat dan boleh, sedangkan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).
Menurut Halim (Chazawi.2002:72) menyatakan delik adalah “suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana).”
Moeljatno (Chazawi,2002:72) mengartikan bahwa suatu Strafbaarfeit itu sebenarnya adalah “suatu keakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.”
Jonkers (Chazawi,2002:75) juga merumuskan strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikannya sebagai “suatu perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.”
Strafbaarfeit diartikan oleh Pompe (Lamintang,1997:34) sebagai :
Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum.

Adapun Simons (Lamintang,1997:35) merumuskan strafbaarfeit adalah :
Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa para ahli hukum daa memakai istilah strafbaarfeit menggunakan istilah yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah peristiwa pidana, tindak pidana maupun perbuatan pidana.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter