Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Sabtu, 11 Februari 2012

Hubungan Antara Alat Bukti dan Barang Bukti

                

Sebagaimana telah disebutkan bahwa alat bukti yang sah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Hal ini menunjukkan bahwa selain dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Jika menyimak ketentuan tersebut, maka tampak adanya hubungan antara barang bukti dengan alat bukti. Berdasarkan  Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa untuk menentukan pidana kepada terdakwa, maka menurut Ratna Nurul Afiah (1989:19), harus memenuhi unsur :
a.    Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

b.    Atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.


Pasal 181 KUHAP mengatur tentang pemeriksaan barang bukti dipersidangan, yaitu sebagai berikut :
a.    Hakim, ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 Undang-Undang ini.

b.    Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.

c.    Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya meminta keterangan seperlunya tentang hal tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, tampak bahwa dalam proses pidana barang bukti itu sangat penting bagi hakim untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara yang sedang ditangani atau diperiksa. Pendapat dari Ratna Nurul Afiah (1989:20) bahwa :
      Barang bukti dan alat bukti mempunyai hubungan yang erat dan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Misalnya : Si A didakwa telah mencuri kalung emas milik Si B seberat 10 gram, dalam persidangan untuk mengejar kebenaran apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum maka setelah memeriksa terdakwa dan saksi, hakimpun memperlihatkan barang bukti (kalung emas) tersebut, dan menanyakan kepada terdakwa dan saksi apakah ia mengenal kalung tersebut, dan apakah betul kalung tersebut yang dicuri oleh terdakwa dan apakah benar kalung itu adalah milik B dan seterusnya.  Lebih lanjut dikemukakan bahwa apabila dikaitkan antara Pasal 184 ayat (1) KUHAP dengan Pasal 181 ayat (3) KUHAP, maka barang bukti itu akan menjadi keterangan saksi jika keterangan tentang barang bukti itu dimintakan kepada saksi atau keterangan terdakwa jika keterangan tentang barang bukti itu dimintakan kepada terdakwa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter