Surat Buat Para Pembaca

Plagiarisme atau lebih dikenal dengan plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah-olah menjadi karangan dan pendapatnya sendiri tanpa memberikan keterangan yang cukup tentang sumbernya, bagi yang melakukannya biasa dikenal dengan sebutan plagiator. Plagiarisme merupakan suatu bentuk kegiatan penjiplakan yang melanggar hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang, hak mana dikenal sebagai Hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, sangat diharapkan bagi siapapun yang mengunjungi halaman Blog ini kemudian mengambil sebagian atau sepenuhnya tulisan dalam karya ilmiah pada blog ini, mencantumkan sumber tulisan tersebut sesuai dengan yang ada pada kutipan aslinya (footnote/bodynote). Blog ini hanya merupakan sarana berbagi informasi sehingga disarankan agar tidak menggunakan situs halaman blog ini sebagai sumber kutipan tulisan. Terimakasih.

Rabu, 08 Februari 2012

Alasan Pengecualian, Pengurangan dan Penambahan Pidana


Alasan Pengecualian, Pengurangan dan Penambahan Pidana
Dalam KUHP ternyata bahwa pembuat undang-undang tidak mampu untuk memperhatikan banyak hal yang konkrit. Hal ini ternyata adanya beberapa ketentuan yantg memuat alasan-alasan yang mengecualikan dijatuhkannya pidana, mengurangi dan menambah pidana. Alasan-alasan pengeculian pidana terdapat dalam :
1.   hukum yang tertulis, contohnya hak orang dan guru untuk mendidik anak-anak, dan hak dokter untuk mengobati atau mengoperasi pasiennya.
2.   hukum yang tidak tertulis, contohnya hak dukun di kampung untuk menyunat dan tidak ada pidana tanpa kesalahan.
Alasan-alasan pengecualian pidana atau strafuitsluitingsgronden dalam KUHP dibagi atas :
1.   alasan pengecualian pidana yang umum yang berlaku untuk tiap-tiap delik, terdapat dalam pasal 48 (overmacht), pasal 49 ayat 1 dan 2 (noodweer dan noodweer exes), pasal 50 (melaksanakan perintah undang-undang), Pasal 44 (tidak sempurna akal dan jiwa), pasal 51 (melaksanakan perintah jabatan yang sah).
2.   alasan pengecualian pidana yang khusus yang hanya berlaku terhadap delik-delik tertentu yang terdapat dalam pasaal-pasal 166, 221 ayat 2, 310 ayat 3, an 367 ayat 1 KUHP.
Alasan-alasan pengecualian pidana yang umum ini dapat dibagi lagi atas :
1.   rechtvaardigingsgronden atau alasan pembenar
2.   schulduitsluitingsgronden atau alasan pemaaf
Alasan-alasan pembenar adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga meskipun perbuatan itu sesuai dengan lukisan tertentu yang dilarang dalam undang-undang, bukanlah suatu peristiwa pidana. Alasan-alasan pembenar ini terdiri atas :
1. daya paksa relatif (relative overmacht)
2. pembelaan darurat (noodweer)
3. menjalankan ketentuan undang-undang.
4. melaksanakan perintah jabatan dari pejabat yang berwenang.
Alasan-alasan pemaaf adalah alasan-alasan yang menghapuskan kesalahan pembuat. Perbuatan yang dilakukan itu tetap bersifat melawan hukum tetapi tidak dipidana karena tidak ada kesalahan. Alasan-alasan pemaaf terdiri atas :
1. tidak mampu bertanggung jawab
2.  daya paksa mutlak (absolute overmacht)
3. pembelaan yang melampaui batas
4. melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah
Daya Paksa (overmacht)
Istilah daya paksa dikemukakan oleh Roeslan Saleh yang mengikuti terjemahan Moejatno. Dalam undang-undang tidak diterangkan lebih jauh tentang daya pakasa, yang ada hanya kemungkinan adanya daya paksa.
Pasal 48 berbunyi : barang siapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
Menurut penjelasan dalam Memorie van Toelichting (MvT). Daya paksa diartikan sebagai setiap kekuatan, setiap dorongan, setiap paksaan yang tidak dapat dilawan. (Jonkers, op.cit:216). Sehingga disimpulkan bahwa daya paksa dapat terjadi karena tekanan psychis dan tekanan fisik. Tidak dijelaskannya daya paksa dalam KUHP menimbulkan pendapat-pendapat dari pakar hukum. Akibat adanya perbedaan pendapat ini, mempengaruhi keputusan-keputusan dalam pengadilan.
Berdasarkan penjelasan di atas, daya paksa dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan memaksa baik sifatnya fisik maupun psychis yang sedemikian kuatnya menekan seseorang yang tidak dapat dihindarinya sehingga orang itun terpaksa melakukan suatu perbuatan yang pada kenyataan dilarang undang-undang. Dalam keadaan yang lain tanpa ada tekanan seperti itu dia tidak akan berbuat demikian. Ada hubungan causal (causal verband) yang sangat erat antara kekuatan paksaan (psychis atau fisik) tadi terhadap perbuatan yang dilakukan. Contohnya seorang yang dipaksa dengan todongan pistol dengan ancaman dibunuh oleh orang lain untuk menandatangani surat palsu yang telah disiapkan. Todongan pistol adalah suatu tekanan yang sedemikian kuat yang tidak dapat dia hindari (penyebab) sehingga dia tidak berdaya untuk melawannya yang memaksa dia menandatangani surat palsu yang disiapkan tadi (akibat).
Dalam doktrin hukum dapat dibedakan antara dua macam daya paksa, ialah :
1. daya paksa absolut (via obsoluta).
2. daya paksa relatif (via compulsiva).
Apabila dilihat dari segi darimana asalnya tekanan dan paksaan itu, maka masing-masing bentuk daya paksa tersebut di atas dapat dibedakan lagi antara :
1. daya paksa dari sebab perbuatan manusia.
2. daya paksa dari sebab di luar perbuatan manusia, ialah sebab alam atau binatang.
Adapun dilihat dari sifatnya tekanan dan paksaan, maka dapat dibedakan antara:
1. daya paksa oleh sebab tekanan yang bersifat fisik.
2. daya paksa oleh sebab tekanan yang bersifat psychis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPY HALAMAN

COPY HALAMAN
Copy Page to Word Document

Entri Populer

Flag Counter

Flag Counter